gravatar

[TOKOH] Abdullah Hehamahua si 'Pattimura Gang Senggol'

Ketua Komite Etik KPK

Lorong gang itu begitu sempit. Saking sempitnya, satu sepeda motor bebek saja rasanya pasti bakal bersenggolan dengan satu sepeda onthel (kayuh). Ujung lorong gang itu menyempit, tak memberi sedikitpun ruang untuk pekarangan sebuah rumah. Jalanan bergesekan dengan pagar, atau pintu masuk rumah. Satu rumah dengan lainnya hanya dipisahkan dinding semen yang kalau melongok saja sudah bisa saling bertegur sapa.


Di sanalah seorang 'Pattimura' tinggal, di lingkungan Perumahan Aisyiah, Jalan Barkah, Bali Matraman Jakarta Selatan. Dul, biasa disapa oleh rekan sejawat para aktivis. Dul memang bukan pahlawan 'Pattimura' asli yang hidup di masa penjajahan dan diabadikan sebagai potret lembaran uang kertas Rp1.000. Meski, jika diurut-urut ke belakang silsilah pohon keluarga, Dul bilang ayahnya yang seorang pandai besi dan petani nelayan itu masih turunan asli pahlawan Pattimura asal Saparua, Maluku.


Lantas apa yang membuat Dul pantas disebut 'Pattimura'?
Pakai sarung, baju koko, dan peci hitam yang seolah lekat dengan kepalanya. Dul baru saja pulang dari Masjid Aisyiah yang berada di seberang gang kontrakannya. Tepatnya baru dijemput di masjid, begitu Okezone menyambanginya di kontrakan, baru-baru ini. Tidak ada teras untuk meletakkan sepeda motor, tapi tersisa sedikit ruang di belakang pagar. Ruangan pertama, bisa disebut ruang tamu sekaligus ruang menonton televisi.


”Maaf duduknya di bawah,” ucapnya membuka pembicaraan.
Dul membenarkan dirinya memang baru pulang dari masjid. Dia mengaku rindu aktivitas seperti itu. Kesibukannya sebagai pejabat sebuah lembaga superbodi menjauhkannya dari masjid. Ya, pria yang bernama lengkap Abdullah Hehamahua ini adalah seorang penasihat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Kariernya dia mulai saat bergabung dengan Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara/PKPN pada 2001. Lalu, selama dua periode berurutan menjalani pekerjaannya sekarang. Menguasai dan mencintai. Dua alasan kenapa Dul betah berlama-lama di komisi anti korupsi ini. Bahkan, dedikasinya itu kini membawanya dalam delapan besar putaran seleksi calon pimpinan KPK periode 2011-2015.


Dul memang selalu bersemangat saat diajak berbincang seputar kondisi negeri yang dihantui koruptor. Geram?  Iya! Apalagi saat mencurahkan pendapatnya seputar kasus Siami di Jawa Timur. ”Orang menegakkan kebenaran malah diusir,” tukasnya.
Diibaratkan, Dul tidak lagi pegang sapu untuk ’bersih-bersih’ koruptor, melainkan pegang pedang. Setidaknya itulah yang keluar dari alam bawah sadarnya, saat diminta menggambar sesosok manusia pada tes psikologi saat seleksi capim KPK.


Dul menggambar sketsa manusia yang sedang membawa parang dengan wajah sangar. "Itu mahasiswa yang membawa pedang untuk memberantas korupsi. Saya memang maksudnya gambar parang dan Pattimura, tapi karena enggak bisa gambar orang, saya beri saja judul mahasiswa," kata Dul yang mengaku selalu dapat nilai jelek untuk mata pelajaran kesenian ini, sembari tertawa lepas.


Dibenci dan dijauhi karena pekerjaannya, sudah dia terima sebagai risiko. Menegakkan kebenaran memang selalu diikuti biaya yang tidak murah. Bahkan, dirinya harus ikhlas saat sepupunya sendiri terjerat kasus korupsi dan ikut diadili. Meski hati kecilnya iba, apalagi dengan permintaan tolong yang datang dari pihak keluarga, tapi bagi Dul, membiarkan saudaranya itu menjalani proses peradilan adalah bentuk pertolongan kecil yang bisa diperbuatnya.


”Prinsipnya, saya bantu mereka di dunia, kalau di akhirat mana bisa. Dengan menjalani hukuman secara ikhlas, diharapkan bisa menjadi kifarat di akhirat bagi mereka,” ujarnya.


’Pattimura’ Muda
Tidak ada yang instan buat Dul. Wataknya yang tegas dan sikapnya yang kritis diperolehnya dari pengalaman hidup semasa muda. Dul, memang dikenal vokal sejak masih menjadi mahasiswa di sebuah universitas di Makasar. Dia tercatat tergabung dalam sejumlah organisasi pergerakan mahasiswa, di antaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Himpunan Mahasiswa Isalam (HMI) hingga menduduki posisi Ketua Pengurus Besar HMI. Bahkan, saat peristiwa Malari 1974, Dul sempat menjadi tahanan di Makasar dan menjalani tindak penyiksaan selama beberapa waktu. "3,5 bulan saya menjalani perawatan di rumah sakit," ungkapnya.


Dul juga sempat menjadi wartawan surat kabar. Ancaman bakal dibunuh, pernah dia rasakan saat mencoba mengungkap kasus salah tangkap di Kolaka. Dul menceritakan sampai harus menyamar menjadi orang gila untuk meloloskan diri sembari mengumpulkan fakta. "Kalau ingat-ingat lucu juga, pakai sarung disilangkan di pundak, celana saya naikkan satu, muka saya coret-coret pake tanah, dan saya seret itu ranting, lalu saya dilempari batu sama anak-anak kecil dan dipanggil orang gila," kenangnya.

Khatam Injil

Jangan tanya pendapatnya soal perbedaan. Dul, seorang yang tahu benar bagaimana hidup di tengah perbedaan. Terlahir dalam keluarga Islam taat, bahkan cucu langsung seorang imam masjid, tak berarti Dul dilarang belajar apa yang diyakini umat agama lain.


Dul belajar di sebuah sekolah dasar di Ambon. Karena mayoritas penduduknya Kristiani, dia pun terpaksa hanya mengenyam mata pelajaran agama Kristen. Sedang untuk belajar seluk beluk Islam, Dul mengandalkan buku-buku pelajaran adiknya yang bersekolah di madrasah. "Di SD saya itu yang ada pelajaran agama Kristen, saya dulu hafal Injil betul.”


Tidak cuma itu. Dul muda, juga mengaku pernah mengajar di sebuah Sekolah Menengah Atas Kristen di Makasar. Untuk mempertahankan hidup dan keberlangsungan kuliahnya, itu yang jadi alasan Dul nekad mengambil pekerjaan sebagai guru matematika di sana. Dul memang pandai berhitung. Itu juga yang membuat sosoknya dikenal sederhana oleh banyak orang. ”Padahal saya ini cuma orang eksakta, jadi dari awal sudah dididik kalau menyelesaikan soal pake rumus, jadi dapat ketepatan,” ujarnya.


Pemahaman atas perbedaan itulah yang kemudian dirasa dia mudah mengantarkannya sebagai penengah berbagai situasi. Dul menjadi sosok yang akan menyediakan makanan saat berpuasa, bagi peserta rapat yang non-Islam. Dia juga akan berkirim email motivasi dalam pemahaman lintas agama setiap pagi kepada para pegawai KPK. Maka, tidak salah jika Dul jadi tempat curhat para pegawai ini, mulai urusan kerja hingga rumah tangga.


"Di KPK, kalau saya kirim email macem-macem, biasa saya kutip dari Injil dan Alquran, saya belajar semua," tuturnya.




Profil singkat
Abdullah Hehamahua SH., MM, kelahiran Ambon, 18 Agustus 1949, tercatat masih menjabat sebagai Penasihat KPK. Saat ini, Abdullah  juga ditunjuk menjadi Ketua Komite Etik KPK terkait dugaan pelanggaran kode etik beberapa pejabat internal KPK.


Pendidikan:
- S1 Sarjana Hukum Universitas Krisnadwipayana (2008)


Karier
- Guru SMA Kristen Makassar (1970-1974)
- Wartawan dan Redaktur Suratkabar Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia/KAMI (1971-1974)
- Wartawan dan Penyiar Radio Arif Rachman Hakim/ARH (1975-1976)
- Editor Majalah Cipta Kementeria Pekerjaan Umum (1976-1979)
- Staf Ahli Lembaga Islam untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat/LIPPM (1982-1984)
- Guru Institut Sains Zahari (1992-1993)
- Editor merangkap Manajer Pemasaran Penerbitan Pustaka Dini, Selangor, Malaysia (1993-1995)
- Penyelia Program Motivasi Institut Muhammadiyah Singapura (1995-1999)
- Dosen terbang Akademi Dakwah Muhammadiyah Singapura (2000-2001)
- Wakil Ketua Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara/PKPN (2001-2004)
- Penasihat KPK (2005-sekarang)


Kata-kata mutiara Dul untuk KPK
"Serigala hanya menyerang domba yang terpisah dari kelompoknya".


Kata-kata mutiara antikorupsi
"Koruptor punya banyak cara, kalau sama Anda tidak jebol bisa lewat anak istri".

Sumber : Okezone.com

Entri Populer