Archives

gravatar

[Sejarah - Mengungkap Otak DiBalik Kerusuhan Maluku] MILTON, SALAH SATU OTAK KERUSUHAN AMBON DAN KETAPANG

JAKARTA (SiaR, 5/2/99) -- Milton, seorang preman Ambon yang
disegani, merupakan kunci untuk menyingkap kerusuhan Ambon dan Ketapang.
Demikian investigasi SiaR di kalangan preman Ambon yang berdomisili di
Jakarta, Kamis (4/2) kemarin. Akibat keterlibatannya sebagai operator
lapangan kerusuhan Ambon dan Ketapang, para pemuda Ambon di Jakarta yang



merasa diperalat kini sedang "memburu" Milton untuk diminta
pertanggungjawabannya.

Menurut Rahakbauw, salah seorang koordinator preman Ambon yang

terlibat sebagai anggota sekuriti gedung perjudian dalam kerusuhan Ketapang,
Milton adalah operator lapangan yang menjadi kaki-tangan Yorrys Raweyai, dan
Ongen Sangaji. Yorrys dan Ongen, lanjut Rahakbauw, merupakan aktor
intelektualnya, sedangkan suntikan dana berasal dari Tommy Soeharto dan Siti
Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut.

"Jadi kalau polisi mau sungguh-sungguh membongkar seluruh jaringan

kelompok pengorganisir kerusuhan-kerusuhan di tanah air, pegang saja Milton.
Beta jamin seluruhnya terbongkar. Asal tidak ada rekayasa, Milton akan buka
mulut," katanya.

Rahakbauw yakin, kalau Milton diciduk, Yorrys dan seluruh jaringan

tidak akan mungkin berkelit dari dugaan keterlibatan mereka. Yorrys yang
awal pekan ini dimintai keterangan oleh tim intelejen Mabes POLRI di Hotel
Grand Melia, mengelak tudingan yang gencar dialamatkan ke dirinya selama
ini, bahwa ia merupakan dalang atau aktor intelektual kerusuhan di Ketapang
maupun di Ambon.
Uniknya, Ongen Sangaji yang menuju Ambon bersama Milton dan ratusan preman
Ambon awal Desember 1998 lalu, sehari setelah kerusuhan Ambon, 19 Desember
1998, malah membuat konferensi pers mengecam kerusuhan tersebut.

"Bung, itu kan cara mereka berbagi peran. Dengan bikin keterangan

pers, mereka mau bikin diri seolah-olah tak terlibat. Bung tahu, uang bisa
atur semuanya," ujar Kifta, seorang preman Ambon asal Tanjungpriok yang saat
itu mendampingi Rahakbauw kepada SiaR.

Para preman Ambon asal Tanjungpriok, dengan dibantu para preman

Ambon dari Cengkareng dan Kwitang kini sedang "memburu" Milton yang dianggap
tak bertanggungjawab. Perburuan tersebut sudah dilakukan sejak kerusuhan
Ketapang, akhir November 1998. Pada awal Desember 1998, para preman itu
mendengar kabar bahwa Milton yang mereka buru, ikut bersama Ongen menuju
Ambon. Kerusuhan Ambon meletus pada 19 Desember 1998. Meskipun Ongen telah
kembali ke Jakarta, serta memberi keterangan pers yang mengecam kerusuhan
tersebut, Milton hingga kini tak diketahui keberadaannya.

Menurut para preman Ambon, Ketua Pemuda Pancasila, Yapto

Suryosumarno juga merasa segan terhadap sosok Milton yang dikenal nekad dan
berdarah dingin. Baik Rahakbauw maupun Kifta mensinyalir, Milton yang sedang
diburu para preman Ambon itu dilindungi oleh suatu "kekuatan besar".
"Mungkin elite militer, mungkin keluarga Cendana sendiri, cari tahu sendiri
lah," kata Rahakbauw kepada SiaR.

Para preman Ambon Tanjungpriok sendiri tak peduli dengan

"kepopuleran" Milton di kalangan preman ibukota. "Kami tak peduli, kami akan
terus cari dia sampai ketemu. Kalau perlu kami lapis sekalian dengan Yorrys
dan Yapto. Kami tak rela, saudara-saudara kami di Ambon baku belah, di sana
Islam-Kristen itu satu saudara," ucap sejumlah preman Ambon asal
Tanjungpriok gusar.



"Saatnya Kita Membongkar Dalang Di Balik Kerusuhan Maluku.."


Sumber : http://groups.yahoo.com/group/ambon/message/349

gravatar

Mahasiswa Amikom Bobol Website POLRI

Mahasiswa Amikom Bobol Website Polri
Ditahan di Mabes, Dilimpahkan Kejari

SLEMAN
- Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kecolongan. Website korps penegak hukum ini dibobol seorang mahasiswa. Adalah Andi Kurniawan alias Fandiekun, 22, yang  diduga melakukan tindakan hacking di website Mabes Polri pada 11 Mei 2011. Kasus itu ditangani langsung Bareskrim Polri Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus. Berkas perkara telah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung dan telah diteruskan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman. “Berkas perkara baru kami terima Rabu (27/7) kemarin berikut tersangka. Saat ini kami masih pelajari berkas ini,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sleman Juniman Hutagaol, kemarin (28/7).
Untuk menindaklanjuti perkara itu, Juniman mengaku telah membentuk tim jaksa. Tim ini ditugaskan secara khusus kasus ini. “Saya beri waktu beberapa hari bagi tim jaksa untuk dipelajari berkas dulu dan secepatnya akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Sleman untuk disidangkan,” lanjutnya.
Sesuai berkas perkara pemeriksaan (BAP), nomor BP/21/VII/2011/Dit Tipideksus, mahasiswa jurusan Teknik Informatika, STIMIK Amikom Jogjakarta itu didakwa melakukan pelanggaran pasal 167 ayat (1) KUHP, pasal 50 jo Pasal 22 huruf b UU RI Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Selain itu, Andi juga dijerat dengan pasal 46 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) jo Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan (3) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). ”Sejak berkasa perkara dilimpahkan ke Kejari Sleman, tersangka ditahan di Lapas Cebongan. Masa penahanan terhitung sejak 27 Juli hingga 15 Agustus 2011,” terang Juniman
Tersangka asal dusun Ngestirejo, Karanganom, Klaten itu disebut telah melakukan hacking pada server website Polri beralamat www.polri.go.id menggunakan komputer miliknya. Proses hacking dilakukan di tempat kos mahasiswa angkatan 2009 itu di Jalan Madukoro, No 48, Pringgolayan, Condongcatur, Depok, Sleman. Aksi diketahui pada Senin (16/5) setelah seorang anggota menemukan adanya server yang berada di ruang data center Rotekinfo Polri di gedung  TNCC lantai IV rusak.
Website yang berisikan informasi tentang Kepolisian Republik Indonesia itu berubah tampilannya. Tampilan website menjadi gambar dua orang yang salah satunya memegang bendera dan bertuliskan kata-kata seruan jihad. ”Atas dugaan tersebut, pelaku lantas ditangkap pada 2 Juni 20011 dengan sura perintah penangkapan Nomor SP. Kap/18/VI/2011/Dit Tipideksus,” paparnya.
Pelaku lantas ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri sejak 3 Juni 2011. Berdasarkan surat direktur Tindak Pidana Ekonomi dan KhususBareskrim Polri, dilakukan perpanjangan masa penahanan kepada kejaksaan Agung RI.
Juniman menjelaskan Pada BAP, tersangka mengaku pernah masuk ke dalam website menggunakan software dengan nama “HAVIJ”. Sofware tersebut didapat dengan mendownload di internet secara gratis. Software itu untuk membantu melihat isi database Polri. ”Dia mengaku melakukan hack sekitar pukul 02.33 dengan menggunakan jaringan local area network yang ada dalam kamar kosnya,” terangnya. (yog)

Anak STMIK Dipanegara makassar Kapan yah????????? hmmm....

Sumber : http://www.radarjogja.co.id/

gravatar

Fakta Unik Tentang Indonesia

Dari Mas Dhe 'Zoel' Vhaneghaara


1. Semua orang sepertinya tahu bahwa Soekarno dan Hatta adalah yang memproklamirkan kemerdekaan indonesia. Nama mereka pun baru diabadikan menjadi nama bandara 40 tahun setelah indonesia merdeka. Lebih parahnya lagi, pemerintah baru secara resmi menyematkan gelar “proklamator” kepada mereka pada tahun 1986, atau 16 tahun setelah Soekarno wafat.

2. Belum ada negara di dunia yang berganti ibu kota selama empat kali dalam kurun waktu relatif singkat kecuali Indonesia, yakni Jakarta (1945-1946), Yogyakarta (1946-1948), Bukittinggi (1948-1949), Jakarta (1950-sekarang).

3. Sepakbola merupakan salah satu olahraga paling digemari di Indonesia, namun tim nasionalnya tidak pernah menang piala dunia. Hanya sekali tampil pada tahun 1938, itu pun bukan membawa bendera Indonesia, melainkan Hindia Belanda. Meskipun Indonesia memiliki jumlah penduduk paling banyak ke-4 di dunia dan Brazil di peringkat ke-5, namun prestasi sepakbola kedua negara tersebut berbeda jauh.

4. Dengan 17.508 pulau, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Disinilah 3 dari 6 pulau terbesar di dunia berada : Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Namun jangan heran bahwa hampir 60% penduduknya tinggal di pulau Jawa, padahal luasnya hanya 7% dari seluruh wilayah Indonesia. Uniknya lagi, ada empat pulau yang kedaulatannya dikuasai bersama-sama dengan pemerintah negara tetangga. Pulau Kalimantan secara administratif dikuasai tiga pemerintahan yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Pulau Papua dikuasai Indonesia dan Papua Nugini. Pulau Timor dikuasai Indonesia dan Timor Leste, dan yang terakhir pulau Sebatik dikuasai Indonesia dan Malaysia.

5. Penyebutan angka 1-9 dalam huruf bahasa Indonesia mengandung misteri. Jika kita menjumlahkan dua angka yang huruf awalannya sama, maka hasilnya selalu sepuluh.

Berawalan s -> satu + sembilan = sepuluh

berawalan d -> dua + delapan = sepuluh

berawalan t -> tiga + tujuh = sepuluh

berawalan e -> empat + enam = sepuluh

bahkan lima + lima = sepuluh

6. Bila 17 agustus menjadi tanggal kelahiran Indonesia, justru tanggal tersebut menjadi tanggal kematian bagi pencetus pilar Indonesia. Pada tanggal itu, pencipta lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, WR Soepratman (wafat 1937) dan pencetus ilmu bahasa Indonesia, Herman Neubronner Van Der Tuuk (wafat 1894) meninggal dunia.

7. Setelah merdeka 43 tahun, Indonesia baru memiliki seorang menteri pertama yang benar-benar “orang indonesia asli”. Hal itu karena semua menteri sebelumnya lahir sebelum Indonesia merdeka (17 agustus 1945). Itu berarti, mereka pernah menjadi warga Hindia Belanda dan atau pendudukan Jepang, sebab negara hukum republik Indonesia memang belum ada saat itu.

“Orang Indonesia asli” pertama yang menjadi menteri adalah Ir. Akbar Tanjung (lahir di Sibolga, Sumatera Utara, 30 agustus 1945), sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olahraga pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993).

8. Jakarta sebagai ibu kota Indonesia memiliki tata ruang yang sangat sangat berantakan. Di kota ini berdiri 130 pusat perbelanjaan, terbanyak diantara kota-kota besar lainnya di seluruh dunia. Banyak wilayah di Jakarta yang tadinya direncanakan untuk kawasan hunian, konservasi, bahkan resapan air namun diubah menjadi pusat perbelanjaan.

9. Indonesia merupakan satu-satunya negara yang pernah keluar dari PBB. Bergabung pertama kali tahun 1950 sebagai anggota ke-60 pbb, kemudian Indonesia menarik keanggotaannya pada tahun 1965. Soekarno, presiden Indonesia saat itu sangat berang dengan keputusan PBB mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap dewan keamanan PBB. Lalu kemudian Soekarno mendirikan Conefo (konferensi negara-negara kekuatan baru) sebagai tandingan PBB. Sebelum keluar dari PBB, Soekarno sempat menyampaikan pidato dengan berapi-api di sidang umum PBB yang isinya meminta agar badan dunia tersebut dipindahkan markas besarnya ke luar Amerika Serikat. Bukan hanya pidatonya saja yang berhasil mendapat berkali-kali tepukan tangan, namun Soekarno juga sukses menyelenggarakan Ganefo (tandingan olimpiade versi Conefo) yang diikuti 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing. Saat-saat itulah terakhir kali Indonesia memiliki pemimpin superpower dan menjadi salah satu negara yang paling disegani di seluruh dunia.

10. Indonesia memiliki kekayaan fauna yang luar biasa. Hewan purba yang masih hidup di Indonesia adalah komodo, kadal terbesar di dunia dengan berat 90kg dan panjang 3 meter. Terdapat juga ikan terkecil di dunia sebesar nyamuk yang ditemukan di Sumatera. Di Sulawesi masih hidup primata terkecil di dunia yang mirip monyet yakni Tarsier Pygmy (Tarsius Pumilus) atau disebut juga tarsier gunung yang panjangnya hanya 10 cm. Di pulau yang sama ditemukan pula ular terpanjang di dunia sepanjang 10 meter yaitu Python Reticulates.

11. Indonesia termasuk negara yang kaya dengan dunia mistis alias gaib, termasuk soal ramal-meramal. Salah satunya tercatat nama Prabu Jayabaya, yang memerintah kerajaan Kediri sekitar tahun 400-an Masehi. Dari sekian banyak ramalannya, yang sangat tersohor adalah ramalan tentang siapa orang yang akan memimpin Indonesia (baca: Presiden Indonesia).

Pemimpin pertama yakni Soekarno, digambarkan sebagai orang yang :

- memakai kopiah warna hitam

- sudah tidak punya ayah (yatim)

- berkharisma

- bergelar serba mulia (pemimpin besar revolusi dan panglima tertinggi ABRI)

- kebal terhadap berbagai senjata (sering lolos dari percobaan pembunuhan)

- punya kelemahan mudah dirayu wanita cantik

- tidak berdaya terhadap anak-anak kecil yang mengelilingi rumah beliau (mundurnya Soekarno karena di-demo para pelajar dan mahasiswa)

Pemimpin kedua yakni Soeharto, digambarkan sebagai orang yang :

- didukung oleh “kartikapaksi” (ini lambang yang digunakan ABRI)

- memakai topi baja hijau atau tutup kwali lumuten (militer)

- kaya raya

- menjadi pemimpin dunia (Soeharto menggagas membentuk ASEAN, dimana konon menurut sejarahnya, ASEAN merupakan kesatuan dari kerajaan Majapahit)

- digantikan oleh “raja dari negeri seberang” (Soeharto digantikan oleh BJ. Habibie yang berasal dari Nusa Srenggi, Sulawesi)

Setelah era kedua pemimpin tersebut, Jayabaya meramalkan akan muncul pemimpin yang digambarkan sebagai raja yang :

- bergelar satriya piningit

- sudah tidak punya ayah-ibu

- telah lulus weda jawa

- bersenjatakan trisula

karena ramalan-ramalan sebelumnya berupa kiasan, saya pun tidak mengerti siapa yang dimaksud dengan satriya piningit.

Ramalan Jayabaya yang tak kalah terkenalnya pula adalah 2 huruf akhir/sebagian kata nama pemimpin Indonesia yang dirangkum dalam sebuah kata Notonogoro. Dan hal itu sudah pula terbukti dengan 3 periode masa pemerintahan Presiden Indonesia, yaitu: Soekarno, Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono. Bagaimana dengan BJ Habibie, Megawati dan Gus Dur/Abdurahman Wahid?? 3 presiden itu tidak dihitung karena tidak memerintah selama 1 masa pemerintahan penuh. Konon katanya seorang presiden yang akan menjadikan Indonesia makmur dan sejahtera, dipandang dunia dan dihormati adalah seorang presiden dengan huruf akhir “go”. Siapakah dia?

nickobloody.com
bagi info

gravatar

JEJAK ARKEOLOGI PENGARUH BUDAYA ISLAM DI WILAYAH MALUKU DAN MALUKU UTARA

by Wuri Handoko

            Pengaruh Islam hadir di wilayah Kepulauan Maluku setidaknya sejak pungkasan Abad 14, yang ditandai dengan berdiri dan berkembangnya Kerajaan dengan pemerintahan bercorak Islam. Di Wilayah Maluku Utara di kenal empat Kerajaan Islam yang besar dan pengaruhnya yang tersebar luas. Empat Kerajaan tersebut adalah Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Di Wilayah Maluku bagian selatan, dikenal juga kerajaan yang cukup besar pengaruhnya dan perkembangannya sejaman dengan wilayah kerajaan Ternate, yakni Kerajaan Hitu, di bagian utara Pulau Ambon. Perkembangan kerajaan-kerajaan tersebut seiring pula dengan laju gerak niaga yang melibatkan para pedagang asing seperti pedagang Arab, Persia, China, Jawa serta Sumatra. Berkembangnya gerak niaga, dipicu oleh kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah kepulauan Maluku, yakni cengkeh dan pala yang terkenal seantero jagad.
            Persentuhan wilayah Maluku dengan budaya Islam dapat dijejaki adanya bukti-bukti peninggalan budaya Islam pada awal persentuhannya hingga masa berkembangnya sebagai agama resmi kerajaan. Di Wilayah Ternate, Tiodre, Bacan dan Jailolo, bukti-bukti peninggalan kerajaan Islam seperti Majid Kuno, Alquran kuno dan berbagai peninggalan lainnya membuktikan bahwa pengaruh budaya Islam di wilayah itu sangat kuat. Dapat dikatakan wilayah Ternate, Tiodre, Jailolo dan Bacan adalah wilayah-wilayah pusat  peradaban Islam. Pada abad 15-16 Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo di Maluku Utara adalah wilayah-wilayah pusat Kerajaan Islam yang pengaruhnya menyebar ke seluruh wilayah Kepulauan Maluku, bahkan hingga ke sebelah barat dan timurnya. Di bagian selatan Maluku, Kerajaan Hitu di Pulau Ambon dianggap sebagai pusat kekuasaan Islam. Dari wilayah pusat perdaban dan kekuasaan Islam inilah, kemudian dengan cepat berkembang ke wilayah-wilayah lainnya, seiring laju perdagangan serta ekspansi kekuasaan.  
Kerajaan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan di Maluku Utara, dianggap sebagai pusat kekuasaan Islam, karena di wilayah inilah Islam pertama kali berkembang. Di wilayah Pulau Ambon, Kerajaan Hitu juga dianggap sebagai pusat peradaban dan kekuasaan Islam yang sezaman dengan Ternate. Jika kehadiran Islam dianggap sebagai kekuatan transformatif, telah memberdayakan masyarakat nusantara untuk keluar dari paham-paham primitif, serta dianggap mampu memberikan andil terhadap perubahan penting di bidang sosial dan struktur politik, maka di wilayah Maluku, wilayah-wilayah pusat kekuasaan Islam seperti yang disebutkan diawal, dapat dikatakan mewakili anggapan itu. Pusat-pusat kekuasaan Islam Maluku telah berkembang menjadi daerah kesultanan yang melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke ’wilayah-wilayah seberang’.
 Sejarah mencatat, Ternate dan Tidore adalah dua kerajaan di wilayah Maluku Utara yang dapat dipresentasikan sebagai wilayah pusat kekuasaan Islam di wilayah Maluku Utara. Ternate, melebarkan sayap ke wilayah selatan Maluku, meliputi Pulau Ambon, Haruku, Saparua, Buru, Seram Bagian Barat dan Tengah. Sementara itu Tidore melebarkan sayap kekuasaannya ke wilayah pesisir utara Pulau Seram dan wilayah kepulauan di sisi paling timur Pulau Seram, yakni Gorom dan Seram laut hingga ke wilayah Kepulauan Raja Ampat Irian Jaya. Kedua wilayah kesultanan itu saling bersaing melebarkan sayap kekuasaannya hingga keluar wilayah geografisnya ke wilayah pulau-pulau diseberang lautan.
Selain pelebaran sayap kekuasaan yang bertendensi politis, kerajaan-kerajaan besar tersebut juga menyebarkan dan mengembangkan paham-paham bertendensi kultural. Salah satunya adalah penyebaran dan pengembangan agama Islam di wilayah-wilayah pelebaran kekuasaan tersebut. Pengislaman ‘wilayah seberang’ kesultanan Ternate, tidak lepas dari peranan pusat kekuasaaan itu sendiri. Oleh karena itu bagian selatan Kepulauan Maluku, meliputi Pulau Ambon, Haruku, Saparua, Seram dan pulau-pulau lainnya, keagamaan Islam menyebar dan berkembang berasal dari wilayah kerajaan di Maluku Utara, terutama Ternate dan Tidore. Dalam hal ini Hitu di Pulau Ambon adalah sebuah pengecualian, karena perkembangan Islam di Hitu sezaman dengan Ternate, bahkan sejarah mencatat Raja Hitu bersama Sultan I Ternate, yakni Zaenal Abidin belajar Islam pada waktu bersamaan di Gresik. Justru, dari pertemuan itu keduanya membangun relasi politik antara Hitu dan Ternate dalam suatu ikatan perjanjian yang mungkin sekali juga tentang penyebaran agama Islam di wilayah masing-masing. Proses pengislaman wilayah-wilayah seberang di wilayah Kepulauan Maluku dan Maluku Utara, biasanya selain karena ekspansi politik, juga dibarengi dengan agenda-agenda perluasan perdagangan.
Jejak-jejak arkeologi atau bukti fisik pengaruh budaya Islam dapat dilihat dengan berbagai bentuk tinggalan budaya Islam masa lampau baik peninggalan kerajaan maupun peninggalan daerah negeri-negeri yang bercorak Islam. Daerah Pusat kekuasaan Islam di wilayah Maluku Utara peninggalan arkeologi yang monumental misalnya istana atau kedaton, masjid kuno, alqur’an kuno dan berbagai naskah kuno lainnya, selain tentu saja berbagai benda pusaka peninggalan kerajaan. Sementara itu, di wilayah Maluku bagian selatan, meskipun tidak berkembang menjadi sebuah kesultanan dengan wilayah kekuasaan yang lebih luas, namun pengaruh Islam dapat dilihat dengan adanya negeri-negeri bercorak keagaaam Islam. Diantara negeri mbergabung menjadi kesatuan adat yang menunjukkan adanya ikatan integrasi sosial yang kuat. Meskipun tidak berkembang menjadi daerah Kesultanan namun negeri-negeri tersebut memiliki pemerintahan dan simbol-simbol kepemimpinan tertentu. Selain itu dapat dijumpai pula beberapa bangunan monumental peninggalan Islam yang tidak jauh berbeda dengan peninggalan yang terdapat di pusat-pusat kekuasaan Islam diantaranya masjid kuno, naskah kuno dan berbagai barang pusaka kerajaan. Jika di wilayah Maluku Utara terkenal dengan sebutan Moluko Kie Raha, yakni empat kerajaan sebagai pusat kekuasaan Islam yakni Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo, di wilayah Maluku bagian selatan, juga dikenal beberapa wilayah negeri yang juga dikenal dengan sebutan kerajaan, yakni Kerajaan Hitu, sebagai kerajaan dengan wilayah kekuasaan yang paling besar yang selama ini dikenal dalam catatan sejarah. Ada pula kerajaan Hoamoal, di wilayah Seram Bagian Barat, yang juga tersiar dalam berbagai penulisan sejarah sebagai wilayah kerajaan Islam yang memiliki periodesasi yang sama dengan Kerajaan Hitu, dan bahkan menjalin kerjasama dalam rangka mengikis hegemoni kolonial. Di Pulau Haruku, terdapat persekutuan 5 (lima) negeri atau desa Islam yakni Negeri Pelauw, Kailolo, Kabauw, Hulaliu dan Rohomoni yang disebut sebagai Amarima Hatuhaha, masing-masing juga memiliki pemerintahan otonom, namun menyatukan diri dalam persekutuan negeri-negeri Islam yang disebut Amarima Hatuhaha yang berpusat di desa Rohomoni. Di Pulau Saparua, terkenal dengan kerajaan Iha dan Honimoa (Siri Sori Islam), sebagai dua kerajaan Islam yang cukup berpengaruh di wilayah itu sehingga dikenal sebagai sapanolua artinya sampan dua atau perahu dua yang dimaksudkan ialah pulau Saparua mempunyai dua Jasirah yang besar yang diatasnya berkuasa dua orang raja dengan tanahnya yang sangat luas itu disebelah utara Raja Iha dengan kerajaanya dan di sebelah tenggara Raja Honimoa (Sirisori dengan Kerajaannya).
            Beberapa catatan sejarah menyebutkan, di wilayah Maluku, Islam hadir karena penyebaran yang berasal dari Ternate. Jaffaar (2006) menuliskan, Islam adalah salah satu faktor ikatan integrasi, oleh karena itu daerah-daerah yang telah menerima Islam, seperti Hoamoal (Seram Barat), Saparua, Haruku dan sebagainya, menempatkan dirinya sebagai daerah kekuasaan, bagian dari kesultanan Ternate (Jaffaar, 2006:55). Dapat disimpulkan kehadiran Islam di beberapa daerah di bagian selatan Kepualuan Maluku atau daerah Propinsi Maluku tak dapat dilepaskan dari gerakan Islamisasi dan ekspansi kekuasaan oleh Kesultanan Ternate.  Meski demikian, Islam terbukti telah menjadi salah satu faktor ikatan integrasi, oleh karena itu daerah-daerah yang telah menerima Islam, menempatkan dirinya sebagai daerah kekuasaan, bagian dari kesultanan Ternate.
Islam, sebagai agama maupun kultur merupakan media ikatan integrasi, terbukti telah menyatukan berbagai negeri dalam satu ikatan kekuasaan politik dan kultural. Sebagaimana yang dijelaskan di atas, wilayah-wilayah yang menerima Islam, secara otomatis juga mengakui kekuasaan kerajaan besar penyebar Islam. Daerah-daerah di wilayah bagian selatan Kepulauan Maluku baik sebagai kerajaan maupun negeri menyatakan menerima Islam sekaligus menempatkan dirinya sebagai daerah kekuasaan bagian dari kekuasaan Kerajaan Ternate ataupun Tidore. Dapat dijelaskan pula, daerah-daerah Islam di bawah kekuasaan kerajaan Hitu di Pulau Ambon, merupakan negeri-negeri Islam yang memiliki pemerintahan adat sendiri, namun mengakui Hitu sebagai kerajaan Islam yang merupakan induk dari wilayah Islam lainnya di jazirah Leihitu Pulau Ambon, bahkan pengaruhnya kemungkinan juga menyebar ke wilayah pulau-pulau lainnya.
Di Hitu, terdapat peninggalan mesjid Kuno yang tinggal puing-puing pondasi saja, dinamakan mesjid Tujuh Pangkat. Menurut Hikayat Tanah Hitu penamaan masjid tujuh pangkat diberikan oleh Empat Perdana Hitu berdasarkan tujuh negeri yang menjadi wilayah Hitu pada masa itu. Penyebutan mesjid Tujuh Pangkat ini juga secara arkeologis dibuktikan dengan tujuh susunan batu yang sisa-sisanya masih ada. Di Pulau Haruku, terdapat persekutuan 5 (lima) negeri atau desa Islam yakni Negeri Pelauw, Kailolo, Kabauw, Hulaliu dan Rohomoni yang disebut sebagai Amarima Hatuhaha, masing-masing juga memiliki pemerintahan otonom, namun menyatukan diri dalam persekutuan negeri-negeri Islam yang disebut Amarima Hatuhaha yang berpusat di desa Rohomoni. Dari kelima negeri itu, hanya Hulaliu yang saat ini merupakan desa Kristen. Hal ini merupakan salah satu pengaruh dari hegemoni Kolonial yang snagta kuat baik secara politik maupun kultur. Bukti arkeologis menyatunya kekerabatan Amarima Hatuhaha ini yakni dengan dibangunnya masjid kuno yang dinamai Masjid Uli Hatuhaha. Demikian juga di Kepuluan Gorom, sebagai wilayah penyebaran Islam yang berasal dari Kerajaan Tidore. Di wilayah ini terdapat 3 (tiga) negeri atau kerajaan kecil yang berpemertintahan otonom namun menyatakan diri sebagai wilayah dari persekutuan 3 (tiga) wilayah negeri sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan yakni Negeri Kataloka, Ondor, dan Amar Sekaru yang merupakan negeri-negeri adat bercorak Islam. Ketiga wilayah kerajaan kecil itu, menerima Islam dan mengakui sebagai bagian dari kekuasaan Kerajaan Tidore. Demikian pula di Pulau Saparua, terdapat Kerajaan Islam Iha, yang juga merupakan gabungan negeri-negeri sebagai satu kesatuan politik dan budaya.
Dengan demikian, penerimaan keagamaan Islam secara resmi oleh pemerintah dalam hal ini kerajaan ataupun negeri telah menandai bersatunya beberapa pemerintahan otonom dalam persekutuan pemerintahan yang secara politis mengakui adanya satu wilayah tertentu sebagai induk atau pusat pemerintahan. Bukti-bukti arkeologi atau peninggalan budaya materi hingga saat ini masih dapat ditemukan dan dapat menjadi petunjuk paling berharga untuk melihat bagaimana identitas sosial masyarakat dalam dinamika keagamaan pada masa pengaruh Islam mulai masuk hingga masa terbentuknya kerajaan atau kesultanan dengan corak pemerintahan Islam. Sejurus dengan itu kemudian menjadi agama resmi kerajaan hingga menjadi anutan masyarakat hingga menjelang kolonial masuk, seterusnya pada masa hegemoni kolonial dan masa hengkangnya dari bumi Maluku.
Di wilayah Maluku bagian selatan, dapat disebutkan beberapa daerah yang pada masa lalu berdiri kerajaan Islam meskipun tidak berkembang menjadi daerah kesultanan seperti halnya di wilayah Maluku Utara. Saat ini merupakan desa-desa atau negeri -negeri bercorak Islam. Beberapa negeri itu dapat ditemui atau memperlihatkan beberapa corak keislaman yang berbeda. Beberapa tinggalan arkeologi yang dapat ditemui hingga sekarang juga dapat memberi gambaran, betapa budaya Islam dari awal hadirnya hingga perkembangannya saat ini sangat dinamis. Seperti yang telah dijelaskan di awal pula, kemungkinan dapat ditemui berbagai perbedaan karaktersitik Islam antara daerah-daerah perluasan kekuasaan dengan daerah-daerah pusat Islam yang dapat dianggap mewakili kemapanan Islam dalam hal kekuasaan, politis maupun secara kultural.
            Secara arkeologis bukti-bukti kemapanan Islam dapat ditelusuri di wilayah bekas Kerajaan Hitu. Dapat dikatakan pada wilayah bagian selatan kepulauan Maluku, kerajaan Hitu adalah sebuah wilayah dengan keagamaan dan budaya Islam yang paling kuat dan paling mapan. Daerah ini selama ini memang dianggap sebagai wilayah kerajaan Islam di Pulau Ambon yang kekuasaan dan keislamannya sejajar dengan Ternate. Di wilayah ini ditemukan bekas Masjid Kuno Tujuh Pangkat, yang dibangun diatas bukit bernama Amahitu. Selain bekas masjid kuno ditemukan juga naskah alquran kuno dan naskah kuno lainnya, pucuk mustaka masjid kuno, mahkota raja, kompleks makam raja, penanggalan Islam kuno, timbangan zakat fitrah dan lain-lain (Handoko, 2006; Sahusilawane 1996). Dari data arkeologi ini dapat menggambarkan bahwa kerajaan Hitu merupakan wilayah kerajaan dengan corak budaya Islam yang kuat. Sejauh ini tidak ditemui bukti-bukti baik secara arkeologis maupun laku budaya hidup yang menunjukkan budaya Islam bercampur baur dengan budaya non Islami. Dengan kata lain, setidaknya budaya Islam yang berkembang di wilayah Hitu, sejauh ini tidak menunjukkan perbedaan yang menyolok dengan daerah pusat penyebaran Islam lainnya. Laku budaya yang ada juga lazim ditemui di daerah lain, misalnya tradisi berziarah ke makam para Raja Hitu, merupakan kegiatan yang lazim sebagaimana daerah lainnya seperti tradisi ziarah ke makam para wali di Jawa. Selain itu di desa Kaitetu, yang pada masa kerajaan merupakan salah satu daerah kekuasaaan Hitu, sampai sekarang masih berdiri kokoh Masjid Tua Keitetu yang konon dibangun pada tahun 1414 M. Selain itu juga tersimpan naskah alquran kuno, kitab barjanzi, naskah penanggalan kuno dan sebagainya. Bukti-bukti arkeologis ini menunjukkan kemapanan Islam di wilayah tersebut. Dapat dilihat bahwa penyebaran Islam di wilayah ini berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seperti dalam hal dakwah. Di wilayah Kerajaan Hitu misalnya, sangat mungkin naskah alquran kuno merupakan bukti atau untuk media sosialisasi Islam (Handoko, 2006), begitu juga kitab barzanji, naskah hukum Islam dan penanggalan Islam kuno. Data arkeologi ini dapat mewakili gambaran kebudayaan Islam di wilayah pusat-pusat peradaban Islam yang mapan keIslamannya, seperti halnya di wilayah Maluku Utara yang diwakili terutama kerajaan Islam Ternate dan Tidore.

Sumber : www.arkeomaluku.com

gravatar

Siapakah Sebenarnya Pattimura?

Tokoh Muslim ini sebenarnya bernama Ahmad Lussy, tetapi dia lebih dikenal
dengan Thomas Mattulessy yang identik Kristen. Inilah Salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minor atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan/atau Indonesia umumnya.

Nunu oli
Nunu seli
Nunu karipatu
Patue karinunu


(Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar dan
setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya (demikian pula) saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah batu besar dan setiap batu besar akan terguling tapi batu lain akan
menggantinya).

Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Kapitan Ahmad Lussy atau dikenal dengan sebutan Pattimura, pahlawan dari Maluku. Saat itu, 16 Desember 1817, tali hukuman gantung telah terlilit di lehernya. Dari ucapan-ucapannya, tampak bahwa Ahmad Lussy seorang patriot yang berjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut. Wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh. Ahmad Lussy juga tampak optimis.

Namun keberanian dan patriotisme Pattimura itu terdistorsi oleh penulisan sejarah versi pemerintah. M Sapija, sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura, mengartikan ucapan di ujung maut itu dengan “Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit”. Namun menurut M Nour Tawainella, juga seorang sejarawan penafsiran Sapija itu tidak pas karena warna tata bahasa Indonesianya terlalu modern dan berbeda dengan konteks budaya zaman itu.

Di bagian lain, Sapija menafsirkan, “Selamat tinggal saudara-saudara”, atau “Selamat tinggal tuang-tuang”. Inipun disanggah Tawainella. Sebab, ucapan seperti itu bukanlah tipikal Pattimura yang patriotik dan optimis.

Puncak kontroversi tentang siapa Pattimura adalah penyebutan Ahmad Lussy dengan nama Thomas Mattulessy, dari nama seorang Muslim menjadi seorang Kristen. Hebatnya, masyarakat lebih percaya kepada predikat Kristen itu, karena Maluku sering diidentikkan dengan Kristen.

Muslim Taat
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy,  Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu
diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan  Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali Menurut sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara, Pattimura adalah seorang Muslim  yang taat. Selain keturunan bangsawan , ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di kawasan Maluku
adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.

Bandingkan dengan buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit. M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir
ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah  negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.

Ada kejanggalan dalam keterangan di atas. Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan. Kemudian ada penipuan dengan menambahkan marga Pattimura Mattulessy. Padahal di negeri Sahulau tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah
Sultan Abdurrahman.  Jadi asal nama Pattimura dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari
Sapija. Sedangkan Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad  Lussy. Dan Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku.

Berbeda dengan Sapija, Mansyur Suryanegara berpendapat bahwa Pattimura itu  marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.  Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul
Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal dengan Maluku. Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku Menemukan Sejarah (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen,  lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja.”

Sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, dari sudut pandang antropologi juga kurang meyakinkan. Misalnya dalam melukiskan proses terjadi atau timbulnya seorang kapitan. Menurut Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak. Leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di  luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.

Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian  khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang
dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses  turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan “kapitan” yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.

Perjuangan Kapitan Ahmad Lussy
Perlawanan rakyat Maluku terhadap pemerintahan kolonial Hindia Belanda  disebabkan beberapa hal. Pertama, adanya kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah seperti yang pernah dilakukan pada masa pemerintahan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). Kedua,
Belanda menjalankan praktik-praktik lama yang dijalankan VOC, yaitu monopoli  perdagangan dan pelayaran Hongi. Pelayaran Hongi adalah polisi laut yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Ketiga, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja,
penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi.  Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat
berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang  bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.

Waallahu 'alam.....

Sumber : http://blog-dari.blogspot.com/2011/02/siapakah-pattimura-sebenarnya.html

gravatar

Benarkah Nama "Australia" Berasal Dari Orang Ambon???

Percaya ndak kalau benua Australia itu orang ambon yang menamakannya ?
  Dahulu kala ada seorang pelaut dari Inggris yang diperintahkan oleh Raja Inggris untuk pergi mencari daerah2 baru di dunia untuk dijadikan koloni Inggris.  Dalam pelayarannya tampaknya angin membawa kapalnya ke arah daratan yang sekarang dikenal sebagai Australia. Namun sebelum mencapai benua baru tersebut kapalnya terpaksa berhenti di daerah kepulauan yang sekarang dikenal sebagai kepulauan Maluku untuk menambah perbekalan, air tawar dlsb.   Mendaratlah sang pelaut tersebut di Ambon dan sambil menunggu kapalnya siap  berangkat kembali, sang pelaut yang memang berpostur tinggi itu memakai  teropongnya melihat-lihat ke arah daratan nun jauh disana yang disebut  australia itu (anggap saja dari ambon, australia bisa dilihat, hehehe).  
Lalu sang pelaut bertanya pada 'tour guide' nya, seorang ambon penduduk lokal  tentu saja, apakah dia tahu apa nama daratan yang dilihatnya melalui teropong  tsb. : "What's the name of that big island over there ?"   Tentu saja kawan kita orang ambon ini yang secara fisik kalah tinggi dari si  bule tidak dapat melihat apa yang dimaksud si bule dan lalu menjawab si bule  dalam bahasa lokal "O se tara liha!" (o, saya tidak lihat!).   Si bule yang merasa kurang jelas mendengarnya bertanya lagi "Sorry, what did  you say ?"   Si orang ambon pun menjawab lagi " O se tara lia"   Si bule: "Australia you said ? are you sure ?"  Si ambon : "yes sir, yes sir .... se tara lia"  Lalu si bule pun menyahut "Okay, now i understand that big continent over  there is named Australia".  Rupanya kalimat "o se tara lia" nya orang ambon tersebut terdengar sebagai  "australia" di kuping sibule inggris itu.  Sejak saat itulah benua di selatan indonesia tsb. dinamai "AUSTRALIA" oleh  bule2 inggris sebagai benua baru yang kemudian kita tahu inggris  menjadikannya sebagai tempat pembuangan para narapidana untuk menambang emas.
semoga dongeng ini bisa diambil hikmahnya,

Sumber : http://newsgroups.derkeiler.com/Archive/Soc/soc.culture.indonesia/2005-08/msg00659.html

gravatar

Sejarah Republik Maluku Selatan

Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.

Sejarah

Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu.
Pemerintah Pusat yang mencoba menyelesaikan secara damai, mengirim tim yang diketuai Dr. J. Leimena sebagai misi perdamaian ke Ambon. Tapi kemudian, misi yang terdiri dari para politikus, pendeta, dokter dan wartawan, gagal dan pemerintah pusat memutuskan untuk menumpas RMS, lewat kekuatan senjata. Dibentuklah pasukan di bawah pimpinan Kolonel A.E. Kawilarang.
Pada 14 Juli 1950 Pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-pos penting RMS. Sementara, RMS yang memusatkan kekuatannya di Pulau Seram dan Ambon, juga menguasai perairan laut Maluku Tengah, memblokade dan menghancurkan kapal-kapal pemerintah.
Pemberontakan ini berhasil digagalkan secara tuntas pada bulan November 1950, sementara para pemimpin RMS mengasingkan diri ke Belanda. Pada 1951 sekitar 4.000 orang Maluku Selatan, tentara KNIL beserta keluarganya (jumlah keseluruhannya sekitar 12.500 orang), mengungsi ke Belanda, yang saat itu diyakini hanya untuk sementara saja.
RMS di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007 beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April 2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat. Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh.

Pemimpin

Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan Manusama, pemimpin kedua Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 25 april 2009. Kini John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Dr. Soumokil mengasingkan diri ke Pulau Seram. Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer, dan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12 April 1966.
Mayoritas penduduk Maluku pada saat RMS didirikan beragama Islam dan Kristen secara berimbang, Namun dengan adanya budaya "Pela Gandong", dapatlah dikatakan bahwa di Kepulauan Maluku, seluruh lapisan dan segenap Masyarakat Maluku bersatu secara kekeluargaan, baik ber-agama Kristen, Islam, maupun agama Hindu dan Budha, semuanya bersatu. Demikian saat itu RMS.[rujukan?] berbeda dengan sekarang, sudah banyak pendatang-pendatang baru dari daerah Sulawesi Selatan, Tengah, Tenggara, Jawa Madura maupun daerah lainnya di Indonesia. sehingga hanya sekelompok kecil lah masyarakat yang mempunyai hubungan keluarga dengan para pengungsi RMS di Belanda yang terus memberikan dukungan, sedangkan mayoritas masyarakat Maluku kontemporer melihat peristiwa pemberontakan RMS sebagai masa lalu yang suram dan ancaman bagi perkembangan kedamaian dan keharmonisan serta upaya pemulihan setelah perisitiwa kerusuhan Ambon.

RMS di Belanda

Oleh karena kemerdekaan RMS yang di Proklamirkan oleh sebagian besar rakyat Maluku, pada tanggal 24 April 1950 di kota Ambon, ditentang oleh Pemerintah RI dibawah pimpinan Sukarno - Hatta, maka Pemerintah RI meng-ultimatum semua para aktifis RMS yang memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan untuk menyerahkan diri kepadda pemerintah RI, sehingga semua aktifis RMS itu ditangkapi oleh Pasukan2 Militer yang dikirim dari Pulau Jawa.
Karena adanya penangkapan yang dilakukan oleh militer Pemerintah RI, maka para pimpinan teras RMS tersebut, ber-inisiatif untuk menghindar sementara ke Negeri Belanda, kepindahan para pimpinan RMS ini mendapat bantuan sepenuhnya dari Pemerintah Belanda pada saat itu. Dengan adanya kesediaan bantuan dari Pemerintah Belanda untuk mengangkut sebagian besar rakyat Maluku dengan biaya sepenuhnya dari Pemerintah Belanda, maka sebagian besar rakyat di Maluku yang beragama kristen, memilih dengan kehendaknya sendiri untuk pindah ke Negeri Belanda. Pada waktu itu, Ada lebih dari 15.000 rakyat Maluku yang memilih pindah ke negeri Belanda.
Pindahnya sebagian rakyat maluku ini, oleh Pemerintahan Sukarno-Hatta, diissukan sebagai "PENGUNGSIAN PARA PENDUKUNG RMS", lalu dengan dalih pemberontakan, pemerintah RI menangkapi para Menteri RMS dan para aktifisnya, lalu mereka dipanjarakan dan diadili oleh pengadilan militer RI, dengan hukuman berat bahkan dieksekusi Mati.
Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan, seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tkdak bisa berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS, para pendukung RMS membentuk apa yang disebut Pemerintahan RMS di pengasingan.
Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan kepada Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di Belanda dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para aktifis RMS di Belanda. Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan karena pemerintah Belanda menarik dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan teror ini dilakukan karena pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan sepenuh hati memberikan dukungan sejak mula. Di antara kegiatan yang di lansir Press Belanda sabagai teror, adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70 warga sipil di gedung pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar.
Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok sempalan RMS, seperti kelompok Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah kereta api dan menyandera 38 penumpangnya di tahun 1975. Ada juga kelompok sempalan yang tidak dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100 orang di sebuah sekolah dan di saat yang sama juga menyandera 50 orang di sebuah kereta api.
Sejak tahun 80an hingga sekarang aktivitas teror seperti itu tidak pernah dilakukan lagi.

Kerusuhan

Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku. Beberapa aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai sekarang tidak ada penjelasan resmi mengenai sebab dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.
Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi. Sebagian yang mencoba melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat. Pada saat ini (30 Juni 2007) insiden ini sedang diselidiki. Beberapa hasil investigasi menunjukkan bahwa RMS masih eksis dan mempunyai Presiden Transisi bernama Simon Saiya. Beberapa elemen RMS yang dianggap penting ditahan di kantor Densus 88 Anti Teror.

Sumber : Wikipedia.org

 


 


 


 

gravatar

Profil Young Moluccas Creative

Young Moluccas Creative Adalah kumpulan anak muda maluku yang memiliki kreatifitas dan semangat untuk membentuk dan kemudian menyalurkan ide-ide kreatif yang digabungkan dengan unsur "semangat" dalam berkarya yang menyatu dalam sebuah pola pikir masa depan sehingga membentuk karakter-karakter petarung dan berani untuk menerima tantangan khususnya di bidang Teknologi Informasi.
Young Moluccas Creative (YMC) dibentuk pada tanggal 13 Juni 2011 dan bergerak di bidang Teknologi Informasi.
Kantor Sementara YMC saat ini berada di Bumi Tamalanrea Permai (BTP) Blok H lama No. 187 Makassar.
Orientasi utama Young Moluccas Creative adalah bagaimana caranya mengembangkan kreatifitas dan juga sumber daya manusia nya untuk bisa menata kehidupannya di masa yang akan datang dan cenderung berpikir kedepan terkhusus dalam dunia Teknologi Informasi. bermodalkan Keyakinan, semangat dan juga kenekatan, YMC kini hadir sebagai salah satu solusi untuk anda semua. Bermaterikan Anggota yang seadanya, YMC mencoba untuk berani bersaing walaupun bisa dikatakan bahwa persaingan yang ada saat ini sangat ketat.
sementara ini, YMC sedang giat-giatnya mempromosikan diri guna lebih dikenal oleh khalayak umum terutama di daerah Makassar dan juga Maluku. Semoga dengan hadirnya YMC dapat membawa perubahanan kepada SDM dan juga Kepulauan Maluku walaupun Perubahan itu kecil adanya sehingga YMC bisa dijadikan batu loncatan oleh seluruh pemuda-pemuda Maluku untuk melakukan sebuah inovasi dan terobosan serta reformasi sehingga mampu bersaing dengan daerah-daerah lain yang ada di Indonesia khususnya di bidang Teknologi Informasi. Amiiiin

gravatar

Islam Maluku

Oleh. Elifas Tomix Maspaitella

A. Pendahuluan



Menyebut “Agama Ambon” akan identik dengan “kristen Ambon” yaitu suatu bentuk kekristenan yang lahir dari sikap “melawan kafir” oleh para zending Belanda. Mereka berusaha membimbing masyarakat untuk menjadi kristen cukup hanya mampu menghafal beberapa rumusan iman, dan itu sudah menjadi prasyarat kekristenannya. Kemudian mahir menyanyikan lagu-lagu rohani, dan menjalankan doa-doa malam, sudah menjadi “kepuasan” bahwa mereka telah menjadi kristen. Tetapi akhirnya komunitas Kristen ini dikenal sebagai “orang-orang beriman”[1] dan loyal kepada gereja. Mereka gemar beribadah dan menjaga lingkungan serta suasana bergerejanya di setiap negeri dengan sangat baik. Ini misalnya terlihat dari tidak adanya aktifitas kerja yang dilakukan pada hari minggu. Bagi siapa yang tidak beribadah ke gereja pada hari minggu, dilarang keluar dari rumah, sampai jam ibadah selesai.
Kraemer mencontohkan hubungan orang-orang Salam Tulehu dengan Sarane Waay. Pada setiap hari minggu orang-orang Tulehu yang melintasi negeri Waay tidak sedikitpun bersuara [baribot], demikian pun orang-orang Waay tidak akan mengambil babi melintasi negeri Tulehu. Suasana yang sama tampak pula di Tial, di mana penduduk Islam dan Kristen tinggal berbaur[2]
Namun “Agama Ambon” dinilai merupakan suatu corak baru dalam kekristenan. Kritik terhadap agama Ambon adalah sikap dualisnya yang kuat; percaya kepada Allah Bapa, dan percaya kepada Leluhur. Sebuah kekristenan yang dikatakan tidak terlepas seluruhnya dari ketergantungan pada adat.[3] Suatu kritik yang dilekatkan pada fenomena theistik di dalam Agama. Tuhan telah diposisikan kembali dalam kawasan pantheon, suatu tema klasik yang ditolak oleh kalangan monotheis.

Orientasi seperti itu dinilai sebagai yang “tidak murni” kristen. Kramer menyebutnya sebagai “kristen setengah hati”. Pomeo yang cukup populer pada waktu itu adalah “di sini, di Ambon, agama adalah produk masyarakat, seperti cengkeh”. Hanya dengan membuka penutup orang Ambon, dan agama akan keluar”. Pernyataan yang lain bahwa “pada orang Ambon, agama hanya lapisan varnish yang tipis” [a thin varnish]. Semua itu melukiskan bahwa “Agama Ambon” telah menjadi sesuatu yang dipuja, tetapi juga ditimpali kritikan tajam [yang menyakitkan hati].[4]

Jika cap “agama Ambon” kemudian menjadi suatu terminologi kontekstual, apakah cap itu bisa juga kita sebut kepada “Islam Ambon”. Atau “Islam Ambon”/”Islam Maluku” memiliki corak yang sangat berbeda dari “Kristen Ambon”?
Saya sengaja menggunakan terminologi “agama Ambon” di sini bukan untuk memadukan Islam dan Kristen Ambon dalam satu terminologi umum, atau malah menjadikannya sebagai semacam “civil religion” orang Maluku. Jika pun sampai ke tahap itu, perlu kajian dan akan mengalami berbagai dinamika, dan bahkan mungkin pun tidak berhasil dibentuk. Tetapi menggunakan istilah “agama Ambon” dalam suatu paradigma kontekstual atau untuk melihat sifat kultural dari Agama Islam dan/atau Kristen di Maluku adalah cukup beralasan dan selalu dapat dilihat dari suatu sudut pandang tertentu.

2. Islam Maluku sebagai suatu Fenomena Kultural


Bentuk dan motivasi masuknya Islam ke Maluku tidak bisa dibicarakan lepas dari bentangan perjalanannya dari Malaka dan Jawa.[5] Mengambil titik berangkat dari situ, berarti kita diajak untuk melihat metode-metode dasar yang dipakai para khalifah, yakni melalui tindakan ekonomi (perdagangan). Tetapi kemudian bagaimana mereka berhasil mengadaptasi diri di dalam masyarakat, dan membangun komunikasi dengan para pemimpin lokal di suatu wilayah (aspek politik), serta juga menggunakan mekanisme-mekanisme kebudayaan sebagai cara mengadaptasi diri secara efektif (aspek kebudayaan).
Setidaknya, dari sisi metode kebudayaan, setiap jejak yang ditinggalkan Islam di satu daerah juga meninggalkan bukti bahwa Islam sangat intens berdialog dengan kebudayaan masyarakat setempat. Contoh paling sederhana adalah ketika ada peninggalan mesjid-mesjid yang khas Jawa, Banten, atau juga mesjid-mesjid yang khas Maluku (seperti Mesjid Wapauwe di Hila).[6]
Titik berangkat itu yang membuat pertemuan Islam dengan Kerajaan Ternate berlangsung tanpa masalah yang berarti. Kerangka kebudayaan orang-orang Ternate malah dijadikan sebagai batu loncatan dalam melebarkan ajaran-ajaran Islam sampai ke pelosok-pelosok. Para ulama lokal, malah nekat bertandang ke Gresik dan Tuban untuk memperdalam ilmu Islam, dan kembali menyebar Islam di negerinya itu.
Pendekatan yang sama pun digunakan ketika Islam mulai masuk ke Ambon, melalui Hitu. Dialog yang intens dengan kebudayaan kembali terjadi di situ. Dan itu merupakan bukti bahwa perdagangan atau aspek ekonomi hanya menjadi instrumen yang mendorong Islam bergerak dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi kebudayaan menjadi instrumen yang membangun rasa keislaman yang tinggi di dalam hidup masyarakat.

a. Islam Maluku: Politik DamaiKetika Islam masuk ke Indonesia kekuatan koloni Eropa belum bergerak, atau dominasi perdagangan rempah-rempah masih dipegang oleh pedagang Cina dan Arab. Ketika masuk ke Indonesia, Islam merajai jalur-jalur perdagangan yang penting seperti: pesisir Sumatera di selat Malaka, semenanjung Malaya, pesisir utara Jawa, Brunei, Sulu dan Maluku. Jalur perdagangan kayu cendana di Timor dan Islam masih tetap menjadi wilayah non-Islam, dan kurang diminati pada pedagang Islam.

Walau begitu, ketegangan di kerajaan-kerajaan lokal di Maluku, seperti di Ternate tidak bisa diabaikan sebagai bagian dari fakta sejarah ketika Islam berjumpa dengan masyarakat di sana. Tetapi satu hal yang menarik adalah Islam Maluku yang terbentuk dari Ternate itu kemudian meluas ke pulau Ambon, dan terbentuk suatu Pan-Islami, yang terus berkembang ke daerah Lease. Seiring dengan itu, kerajaan Iha di Saparua menjadi simbol kekuatan Islam baru di Maluku Tengah, selain Hitu.[7]
Islamisasi Ternate, Hitu, Lease sebenarnya berlangsung secara wajar karena kekuatan perdagangan Islam mulai terbentuk di kawasan itu. Paramitha Abdoerachman mengatakan Hitu menjadi penting karena banyak pedagang mendapat pasokan air tawar dari situ. Fakta ini pun sebenarnya sama dengan ketika Banda menjadi bandar Islam yang cukup penting, karena pasokan ikan yang enak kepada para pedagang.[8]
Politik damai itu melahirkan simpati kelompok lokal yang semula memeluk agama asli (agama suku) menjadi penganut Islam yang rajin. Bahkan hal itu pun terlihat ketika negeri-negeri Hatuhaha Amarima kemudian menjadi pusat kemashyuran Islam tertua di Lease. Untuk yang satu ini memang perlu penelitian lebih mendalam, sebab Islam Hatuhaha Amarima memiliki tatanan ritus Islami yang khas dan kontekstual, seperti ritus Puasa dan Haji.

b. Islam Maluku: Adaptasi BahasaMengapa Islam Maluku patut disebut sebagai suatu gerakan agama yang khas? Sebab Islam Maluku adalah suatu sintesa rampat mengenai bagaimana agama masuk melalui cara membahasa orang setempat.

Di Maluku kita akan menemui bagaimana orang-orang Islam Tulehu, Liang, Tial, Hila, Latu, Kasieh, Lisabata, Pelauw, Ori, Kailolo, Iha, menggunakan bahasa ibu mereka dalam komunikasi sesehari. Bahasa Arab menjadi bahasa agama yang digunakan dalam upacara sakral agama, tetapi kesehariannya menggunakan bahasa setempat. Fenomena ini tidak lagi ditemui pada negeri-negeri Kristen, kecuali di Maluku Tenggara, tetapi juga sudah mulai ditinggalkan oleh generasi mudanya.
Pada sisi ini, Islam Maluku adalah suatu hasil adaptasi kebudayaan yang sangat penting. Dalam adaptasi itu bagaimana struktur bahasa setempat dijadikan sebagai mekanisme penyebaran ajaran agama, dan ditempatkan sebagai unsur yang penting.[9]
Hal ini yang membuat corak kultural di dalam Islam begitu kuat, karena itu agamanya menjadi gampang diterima dan dipandang sebagai agama yang “membawa damai”. Unsur kedamaian yang dirasakan itu adalah ketika masyarakat tetap berkomunikasi dengan bahasanya, sehingga mereka tidak merasa teralienasi dari kelompok besar.
Memang dalam menentukan corak kultural kepada Islam Maluku kita perlu mempertimbangkan kembali beberapa hal seperti, sejauhmana Islam Maluku itu memanfaatkan ritus-ritus adat sebagai suatu bentuk kontekstualisasinya. Orang Islam, menurut Chauvel, memang tidak suka dengan struktur raja seperti diintroduksi oleh Eropa, dan karena itu malah menganggap [sebagian dari] adat sebagai yang mengandung unsur kafir dan haram. [10]
Tetapi adaptasi Islam Maluku ke dalam bahasa setempat memperlihatkan suatu corak beragama yang unik.

3. RefleksiAgama memiliki ruang guna yang efektif jika agama itu dimengerti sebagai produk kebudayaan masyarakat setempat, dan akan semakin efektif jika dibangun dalam fondasi-fondasi kontekstual, suatu usaha menjadikan dirinya bagian yang co-inside dengan masyarakat pemeluknya.

“Islam Maluku” kiranya dipahami sebagai suatu produk kebudayaan yang pernah dihasilkan dalam sejarah agama di Maluku. Ia memiliki kaitan yang kuat dengan latar budaya masyarakat. Suatu hal yang perlu didekonstruksi untuk mere-rekonstruksi suatu tipikal Islam yang relevan bagi orang Maluku. Tipikal kekristenan yang inklusif dan kultural.
“Islam Maluku” dalam sisi tertentu memperlihatkan perlunya usaha translasi ajaran Islam ke dalam kehidupan masyarakat Maluku. Sebuah usaha hermeneutis yang sedapat-dapatnya mendorong pemahaman dan pengertian bersama mengenai hakekat ketuhanan dan hakekat kemanusiaan orang-orang Maluku.
Ketuhanan yang universal. Oleh sebab itu identitas-identitas budaya mengenai Tuhan dalam pandangan budaya orang Ambon, seperti konsep Upu [Maluku Tengah], Oplastalah [Buru], atau Duad [Maluku Tenggara-Kei], Up Ler dan Ratu [Tanimbar], adalah media kebudayaan yang bisa digunakan untuk mengkomunikasikan Tuhan itu sendiri. Selama ini konsep theistik ini disalahpahamkan. Kita menuduh realitas ketuhanan itu sebagai yang dimengerti dalam konsep “Nene Moyang”. Suatu sikap prejudice yang muncul sebagai kenaifan dalam memahami totalitas worldview orang Maluku.
Pertanyaan kita pada Islam Maluku adalah apakah doktrin “Tiada Tuhan Selain Allah SWT” akan mampu membuat kita mengklarifikasi berbagai doktrin theistik dalam budaya lokal tadi sebagai bagian dari penghayatan beragama Islam Maluku. Apakah orang-orang Islam Maluku sendiri tetap menyebut Allah dengan bahasa setempat atau malah telah mereduksi semua realitas theistik itu dalam satu saja sebutan, yakni “Allah SWT”. Lalu sejauhmana adaptasi bahasa di dalam komunitas Islam Maluku itu menjadi suatu matra agama yang mampu menjelaskan kedalaman keislaman Maluku itu sendiri.

Fenomena pluralisme, adalah fenomena kedua yang akan bisa kita urus bersama jika Islam Maluku pun telah mampu merefleksikan diri dan ajarannya secara kontekstual. Tidak ada halangan yang berarti di dalam pluralism itu, sebab budaya “orang basudara” telah menjadi mekanisme kultural yang melekat kuat di dalam perilaku sosial dan agama kita orang Maluku.

Catatan:

[1] Bahkan Joseph Kam pun menemukan corak kekristenan yang tekun di kalangan orang-orang Ambon, ketika ia kemudian tahu bahwa di setiap rumah pada malam hari, terdengar kidung-kidung rohani dan orang khusuk berdoa. Baca. I.H. Enklaar, Joseph Kam Rasul Maluku, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987
[2] Hendrik Kraemer, From Missionfield to Independent Church: Report on a decisive in the growth of indigenous churches in Indonesia, London: SCM Press, 1958, h.22
[3] Padahal kekristenan di manapun akan menampilkan fenomena itu sebagai hasil kontekstualisasi dengan lingkungannya sendiri. Kekristenan di Eropa pun adalah hasil yang demikian.
[4] Ibid, h.19
[5] Lht. Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, Pengantar oleh. R.Z. Leirissa, Jakarta: LP3ES, 2004, hlm. 24-34
[6] Bnd juga M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004, Jakarta: Serambi, cetakan kedua,2005, hlm.28,29,36
[7] Lht. Saleh Putuhena, “Sejarah Agama Islam di Ternate”, dalam E.K.M. Masinambouw, eds., Halmahera dan Raja Ampat, Jakarta: Pt. Bhratara, 1980, hlm. 268
[8] Bnd. Des Alwi, Sejarah Maluku, Banda Neira, Ternate, Tidore dan Ambon, Jakarta: Dian Rakyat, 2005, hlm. 28
[9] Bnd. Saleh Putuhena, ibid., hlm. 171
[10] Baca. Richard Chauvel, Nationalists, Soldiers, and Separatists, Leiden: KITLV, 1990, hlm. 7-10
Buku Rujukan:
Alwi, Des, Sejarah Maluku, Banda Neira, Ternate, Tidore dan Ambon, Jakarta: Dian Rakyat, 2005
Chauvel, Richard, Nationalists, Soldiers, and Separatists, Leiden: KITLV, 1990
Enklaar, I.H., Joseph Kam Rasul Maluku, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987
Kraemer, Hendrik, From Missionfield to Independent Church: Report on a decisive in the growth of indigenous churches in Indonesia, London: SCM Press, 1958
Putuhena, Saleh, “Sejarah Agama Islam di Ternate”, dalam E.K.M. Masinambouw, eds., Halmahera dan Raja Ampat, Jakarta: Pt. Bhratara, 1980
Reid, Anthony, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, Pengantar oleh. R.Z. Leirissa, Jakarta: LP3ES, 2004
Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004, Jakarta: Serambi, cetakan kedua,2005 

Sumber : Kutikata.blogspot.com

Entri Populer