Archives

gravatar

POTRET ANAK MISKIN AFRIKA BERKOSTUM BARCELONA TERPILIH SEBAGAI : "PHOTO OF THE YEAR VERSI UNICEF"

Sebuah foto bisa berbicara lebih banyak daripada rangkaian kata-kata. Tidak ada yang mengetahui nama anak dalam foto ini, namun semua akan menyadari apa yang selama ini terjadi di Afrika. [......]

Foto anak Afrika mengenakan kostum Barcelona ini diambil di Accra, ibukota Ghana.


Anak-anak lain berkostum sama, esok hari merayakan Natal. Mereka bersiap menebak ada hadiah apa yang disembunyikan Sinterklas di kaus kaki yang tergantung di perapian. Mereka mungkin pula akan menyantap hidangan istimewa, permen manis, dan menikmati liburan akhir tahun. Hal ini bahkan mungkin tak bisa dibayangkan bocah dalam foto ini.

Anak ini tengah mempertaruhkan hidupnya. Ia datang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang terletak di Agbogbloshie, dekat Accra. Ia tengah mencari beberapa bagian alat-alat elektronik yang mungkin masih bisa dijual kembali.

Datang ke TPA mungkin bukan hal yang terlalu buruk, kecuali bila kita menyadari bahwa TPA tersebut dikategorikan sangat berbahaya. Banyak gas beracun yang berasal dari segala macam sampah yang terkonsentrasi di sana.

Foto ini terpilih sebagai foto terbaik UNICEF tahun ini. Dengan tepat, foto di atas menampar dunia modern yang konon mampu membahagiakan semua orang.

Sekaligus, menunjukkan betapa hebatnya efek sepakbola. Ya, dengan keberadaan Barcelona yang tahun-tahun ini tampil sebagai tim terbaik dunia, banyak anak yang penuh suka cita memakai kostum mereka. Tak terkecuali anak ini.

Di tengah himpitan ekonomi, ancaman kematian, dan masa depan yang suram, anak Afrika ini tengah membuktikan bahwa sepakbola bukan hanya sekadar olahraga, tetapi juga telah menjadi degup jantung kehidupan di seluruh dunia.

Sumber : www.sidomi.com

gravatar

Gong Perdamaian Dunia Ada di Ambon

Indonesia patut berbangga karena salah satu gong perdamaian dunia ada di salah satu kota di Indonesia, kota itu adalah Ambon.
Gong yang berada di pusat Kota Ambon ini di resmikan oleh Presiden RI, SBY,  pada tanggal 25 november 2009. Gong dengan diameter 2 m itu di tertutup dengan gambar bendera negara-negara di dunia. Gong ke-35 di dunia menjadi kebanggan masyarakat  Indonesia, karena ini menandai bahwa masyarakat Indonesia berperan penuh dalam menjaga perdamaian, keamanan, kebersamaan untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik.

Untuk bisa masuk ke area gong perdamaian dunia ini kita cukup merogoh kocek Rp 5.000/orang.
Letaknya yang berada di poros Kota Ambon tak hanya cocok untuk di jadikan tempat berfoto-foto, tapi juga bisa untuk menikmati keramaian Ambon di kala senja.

gravatar

Titah Gaib dari Gunung Api Di Nusantara

Mitos gunung tidak hanya di Jawa. Di banyak daerah Indonesia semua gunung mendapat atribut sama. Dia dianalogikan sebagai pusat pemerintahan gaib, dan pesannya sebagai sinyal agar manusia berjaga-jaga. Itu terjadi pada Gunung Mutis di Pulau Timor, Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Gunung Gamalama di Pulau Ternate, Gunung Karangetang di Pulau Halmahera dan gunung-gunung lain yang tersebar di Nusantara.

Di Gunung Rinjani, jika purnama tiba, maka laki perempuan dan anak-anak berduyun-duyun mendaki gunung ini. Mereka tidak mengambil rute gampang di Sembalun Lawang, tetapi melewati rute bahaya di Senaru. Rute ini hanya delapan jam dengan medan berat sampai di puncak Sangkareang.

Dari puncak ini mereka bergelayut di batu-batu cadas. Menurun menuju Segara Anak. Sebuah danau yang di tengahnya tersembul Gunung Baru yang merupakan anak Gunung Rinjani. Gunung dengan mitos Dewi Anjani, putri rupawan berilmu tinggi seperti tersurat dalam lontar Rengganis ini terus diuri-uri. Dan saat purnama tiba, ritus tabur mas itu tetap lestari.

Di Gunung Gamalama Ternate apresiasi terhadap gunung juga tak beda. Gunung yang memecah pulau Ternate yang luasnya hanya 12 kilometer ini punya danau yang dipercaya dihuni buaya putih. Buaya itu dianggap sebagai penjaga kedamaian alam setempat. Mereka yakin jika buaya diusik dan terusik, maka lahar Gamalama akan berubah arah tidak seperti biasanya. Lahar itu akan semburat seperti Merapi sekarang yang menebar ke mana-mana.

Di Gunung Karangetang Pulau Halmahera mistisisme itu kian lekat lagi. Suku Tugutil yang berdiam di seputaran gunung ini sehari-hari menjalani hidup yang kental tradisi. Itu dari kelahiran, dewasa sampai kematian. Malah jika ada warga yang meninggal, untuk mengusir roh buruk yang disebut Gomanga, mereka melakukan ritus unik untuk pengusiran sebelum mengantar si mati ke tengah hutan. Sambil mabuk mereka membabat apa saja yang dijumpa.

Dan di Pulau Timor yang dikangkangi Gunung Mutis samalah posisinya. Gunung ini juga diperlakukan sebagai area titah. Perubahan yang terjadi diasumsikan sebagai bagian dari pesan gaib untuk manusia. Berkat itu alam tetap lestari, terjaga, karena saling 'menghormat' antara alam dan manusia.

Di Bukit Dirun, lereng Gunung Mutis, misalnya, sesaji tak sulit ditemukan. Area ini dipercaya sebagai pemakaman kuno. Makam yang terbentuk sebelum zaman es, dan jauh pra kawasan ini timbul dari dasar laut untuk menjadi daratan. Dan itu logis jika dilihat kontur dan stuktur tanah bukit ini yang berkarang-karang.

Malah kalau kita menyusuri Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) tak tersadari mengamini buku The Atlantis karangan Arysio Santos serta Eden The East karya Stephen Oppenheimer, bahwa Indonesia merupakan benua yang hilang, dan membuka kemungkinan Nabi Nuh berasal dari Indonesia. Sebab di daerah ini terdapat bukit yang disebut Fatu Kopa (Batu Kapal). Rakyat setempat pun meyakini, bahwa batu itu adalah kapal Nabi Nuh!

Mitos-mitos iku kian mendekati realitas tatkala dirujuk pada masa lalu Pulau Seram. Di pulau ini terdapat Suku Naulu dan Suku Alifuru. Dalam Son of The Sun disebutkan, suku ini merupakan manusia awal dari sebuah peradaban yang hilang. Namanya pun menyuratkan itu. Alif adalah pertama. Dan uru adalah manusia. Dengan begitu Alifuru adalah manusia pertama.

Mitos-mitos itu memang perlu disingkap misterinya. Itu agar tidak berubah menjadi dongeng yang kelak nglenik. Para sejarawan Indonesia dituntut untuk menguak segala mitos itu agar sejarah negeri ini tidak seperti sekarang, sejarah dongeng. Raja-raja yang pernah memerintah dianggap mokswa (hilang secara gaib) dan hanya serat serta babad yang bisa dijadikan rujukan untuk mengungkap sebuah awal.

Pengalaman di lapangan menunjukkan, ilmuwan kita tak banyak turba. Entah karena malas atau takut berbagai sebab di antaranya sengsara. Sebab saat saya mendatangi Suku Boti (Pulau Timor) yang dikultuskan penerjemah saya acap dihantui 'takut kualat', memasuki Yot Tomat (Kepulauan Kei) diliputi rasa mencekam, mengunjungi Suku Naulu (Pulau Seram) takut dibunuh karena jika baileo (rumah adat) mereka rusak memang mewajibkan tumbal manusia, dan ketika memasuki perkampungan Suku Tugutil (Pulau Halmahera) memang terkesan menyeramkan.

Malah untuk menguak Islam Wetu Telu di Pulau Lombok pun dibutuhkan tenaga ekstra. Itu karena terpencar di Bayan (ritus keturunan Sunan Giri Prapen), di Mataram (Pura Lingsar), Sade dan Rambitan (tradisi dan masjid kuno), serta di Rambanbiak (Dasan Baru, Lombok Timur) pusat mistik Suku Sasak yang sekaligus tinggal intelektual sekte ini.

Namun di balik kekurangan-kekurangan itu mitos mempunyai peran penting bagi lestarinya budaya bangsa. Tabu dan mistik memberi pengamanan terhadap terjaganya alam dan benda yang disakralkan. Tanpa itu, rasanya hampir bisa ditebak kekayaan ini akan musnah ditransaksikan.

Maka, lepas kita suka atau tidak suka dengan tradisi dan budaya yang ada, tapi itulah diri kita, kekayaan kita, yang terasa indah jika kita menggaulinya dengan mesra. Dan itu salah satu sebab berbagai bangsa datang dan kagum dengan Indonesia.

*) Djoko Suud Sukahar adalah pemerhati budaya, tinggal di Jakarta.

gravatar

PULAU GEBE : SURGA YANG HILANG DI HALMAHERA TENGAH

Pulau Gebe yang terdapat di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara (Malut), sangat layak dijadikan objek wisata bahari bawah laut untuk kawasan tersebut.
Kondisi dan keunikan terumbu karang di perairan laut Gebe masih segugus dengan terumbu karang yang saat ini telah populer, yakni potensi Raja Empat, Provinsi Irian Jaya Barat.
Gugusan tersebut melahirkan berbagai terumbu karang dan objek yang memiliki berbagai keindahan bawah laut sehingga hal itu menjadi asset berharga bagi pengembangan pariwisata di Halteng.
Bupati Halteng Al Yasin Ali mengatakan, terdapat kurang lebih 300 jenis karang berada di Pulau Gebe. Jenis terumbu karang tersebut rata-rata mirip dengan terumbu karang yang berada di Kepulauan Raja Empat Papua.

“Karenanya saya melihat Pulau Gebe cocok dijadikan objek wisata bawah laut di Halteng. Apalagi dari sisi sarana prasaran cukup memadai,” katanya ketika dihubungi di Ternate Rabu 8 September 2010.
Menurut Yasin, dalam mempromosikan potensi wisata di Kabupaten Halteng pihaknya telah melakukan beberapa langkah penting seperti upaya promosi ke luar daerah.
Akan tetapi, untuk saat ini Pemkab Halteng masih menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur.
“Tetapi lima tahun kedepan pemkab sudah memfokuskan penggarapan sumber PAD termasuk sektor pariwisata,” ujar Yasin.
Menurut dia, selain potensi wisata bawah laut, Palau Gebe merupakan pulau yang memiliki potensi perikanan cukup besar. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil perikanan di Kecamatan Gebe yang selalu menunjukan peningkatan cukup segnifikan.
Ia juga berpendapat Pulau Gebe merupakan daerah yang memiliki banyak potensi dan patut untuk dioptimalkan.
Nah, saatnya bagi Anda untuk mencoba sensasi dan menikmati keindahan bawah laut Pulau Gebe. Merasakan sensasi Pulau Gebe, sama saja merasakan sensasi bawah laut Raja Ampat. Tunggu apa lagi…!

gravatar

[MALUKU UTARA] DANAU TOLIRE DAN MISTERI BUAYA PUTIH

Pernahkah anda datang ke Danau Wisata Tolire, Ternate, Maluku utara?? tahukah anda danau tersebut bukan hanya indah tetapi juga menyimpan kemisteriusan. Salah satunya adalah jika kita melempar apapun, sekeras apapun kedalam danau maka benda tersebut tidak akan pernah mengenai permukaan air danau tersebut. Dipercaya juga Buaya Putih hidup didanau tersebut. Aneh? Misterius? Tidak logis? sudah jelas. Menurut penduduk setempat kejadian tersebut tidak lepas dari legenda danau tersebut secara turun temurun.

Biasanya saya lebih suka menulis artikel2 luar yang berbau misteri. Kali ini saya berinisiatif untuk mengangkat salah satu kekayaan Indonesia yaitu "legenda". Sangat banyak legenda dan kebudayaan Indonesia yang mengandung misteri yang hingga sekarang dapat dirasakan secara nyata namun tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Legenda buaya putih dari Maluku ini adalah salah satunya.

Sebelum menuju ke cerita legenda, saya akan menjelaskan lokasi terjadinya kejadian tersebut.



Danau Tolire
Danau Tolire Tampak dari Udara



Maluku memang masih sangat terasa kental keindahan alamnya, salah satunya yang dikenal adalah danau Tolire. Danau wisata yang terletak sekitar 10 km dari pusat kota Ternate ini selain mengandung keindahan juga menyimpan misteri.

Danau Tolire berada di bawah kaki Gunung Gamalama, gunung api tertingi di Maluku Utara. Di sisi kanan hamparan tanaman jati emas dan pepohonan Jambulang (buah khas Ternate, Disisi barat, atau di belakang saat menghadap danau, deretan pohon kelapa dan luasnya laut dan sunset sore hari merupakan pemandangan spesial khas Tolire.

Danau Tolire terdiri dari dua buah danau,yaitu Danau Tolire Besar dan Danau Tolire Kecil. Jarak antara keduanya hanya sekitar 200 meter. Uniknya danau Tolire besar sekilas terlihat seperti kuali besar karena dikelilingi tebing2 tinggi dari gunung Gamalama. Danau air tawar ini juga dihuni oleh banyak ikan2 air tawar. Berdasarkan sejarah geologi, terbentuknya Danau Tolire adalah akibat dari letusan freatik yang pernah terjadi daerah ini.

Legenda

Dahulu kala dilokasi tersebut merupakan sebuah desa/perkampungan. Warga desa tersebut hidup sejahtera dan mempunyai tali persaudaraan yang kuat, sehingga tidaklah aneh jika semua warga didesa tersebut saling mengenal pribadi satu sama lain. Sampai suatu ketika terjadi kejadian yang diluar dugaan.


Seorang bapak menghamili anaknya sendiri. Kejadian tersebut akhirnya diketahui masyarakat sekitar dan membuat seluruh warga marah. Mereka mengutuk sang ayah dan anak tersebut dan mengusir mereka dari desa. Karena terpaksa dan merasa malu maka ayah dan anak tersebut pergi meninggalkan desa. Ketika mereka melangkahkan kaki pergi dari desa suatu kejadian aneh terjadi.


Konon katanya seketika tempat mereka (ayah dan anak itu) berpijak terbelah akibat gempa dahsyat secara tiba-tiba. Sang penguasa murka dan menghukum ayah, anak, beserta desa tersebut menjadi dua buah danau. Satu danau besar yang kemudian disebut tolire besar (lamo) yang menggambarkan sang ayah. Satu lagi danau yang lebih kecil yang disebut tolire kecil (ici) yang mencerminkan sang anak.


Sampai sekarang kedua danau tersebut masih ada sampai sekarang. Menurut masyarakat kedalaman danau Tolire tidak terukur

Konon katanya para warga desa tersebut sekarang berubah menjadi buaya putih yang melindungi danau sampai sekarang. Penduduk setempat meyakini danau tersebut dihuni oleh ratusan buaya putih berukuran sekitar 10 meter yang kerap kali menampakkan dirinya. Itu sebabnya mengapa pengunjung dilarang berendam, berenang, bahkan memancing di danau Tolire, karena mereka percaya barang siapa yang mengganggu danau akan menjadi mangsa buaya putih.

buaya putih hanya bisa dilihat oleh orang2 tertentu yang memiliki hati yang bersih, jadi tidak semua orang bisa melihatnya. Tapi memang ada beberapa wisatawan yang bisa melihat Buaya Putih tersebut.

Pernah suatu ketika seorang perantau dari luar negeri tidak percaya akan adanya legenda tersebut Dia memaksa untuk berenang di danau tersebut untuk membuktikan kebenaran legenda itu walaupun sudah dilarang warga. Diapun akhirnya berenang di danau dan hilang begitu saja. Warga percaya kalau perantau itu telah dimangsa oleh buaya putih.

Danau ini juga menyimpan keanehan lainnya. Katanya jika kita melempar benda ke danau tersebut sekeras apapun benda tersebut tidak akan pernah menyentuh permukaan danau. Kebanyakan wisatawan yang datang ke danau ini tidak hanya menikmati pemandangan tetapi juga ingin mencoba kebenaran legenda setempat. Akibatnya disekeliling danau dijual batu kerikil khusus untuk dilempar kedalam danau. Benar saja, tidak ada satu orang pun yang berhasil menyentuh permukaan danau. Batu yang dilempar seperti ditahan oleh kekuatan gravitasi tertentu. Menurut penduduk setempat kekuatan Buaya Putihlah yang menahan batu2 tersebut agar tidak mengenai permukaan danau. Apakah yang menyebabkan batu2 itu bisa tertahan? apakah mungkin ada kekuatan gaib yang menahannya???

Menurut pendapat saya mungkin didasar kedalaman danau tersebut terdapat suatu gas atau zat tertentu yang dapat mengurangi kekuatan gravitasi sehingga terasa seperti melayang (apalagi batu kerikil). Kalau mengenai Buaya Putih selama saya belum pernah melihat sendiri jadi saya tidak percaya, tapi memang Indonesia kaya akan hal2 gaib seperti ini, ada yang nyata ada juga yang tidak, jadi mungkin keberadaan buaya putih itu memang ada. Yang harus diperhatikan adalah semua legenda pasti berasal dari kisah/kejadian nyata yang mungkin salah diinterpretasikan.

Namun itu hanya pendapat saya, mungkin benar mungkin juga tidak. Satu hal yang pasti, karena kemisteriusannya itu danau Tolire sampai sekarang belum pernah diteliti secara serius. Kedalaman danaunya saja belum diketahui, apalagi yang terkandung didalamnya.

Sekedar menambahkan info, buaya putih sebenarnya bukan hewan mistis atau mitos seperti kebanyakan yang kita ketahui. Buaya putih memang benar2 ada dan nyata keberadaannya. Buaya ini digolongkan kedalam jenis Albino Aligator yang kebanyakan hidup di benua Amerika, walaupun memang populasinya sedikit dan keberadaanya susah ditemui.

Menurut Dailymail.uk di taman Gatorland, Florida dipelihara seekor buaya putih yang merupakan salah satu dari 12 buaya putih di Dunia yang telah berhasil diidentifikasi.




Buaya Putih


Jadi sudah jelas sekarang kalau buaya putih itu beneran ada. Pertanyaan kembali, kalau buaya putih hanya ada di benua Amerika kenapa begitu banyak legenda Indonesia yang terdapat buaya putih didalamnya??

Sumber : www.forumkami.net

gravatar

[Kisah] Orang Terbodoh Di Dunia Dengan Uang Rp. 500

Ketika seorang pengusaha sedang memotong rambutnya pada tukang cukur yang berdomisili tak jauh dari kantornya, mereka melihat ada seorang anak kecil berlari-lari dan melompat-lompat di depan mereka.

Tukang cukur berkata, "Itu Bejo, dia anak paling bodoh di dunia"[.....]

"Apa iya?" jawab pengusaha

Lalu tukang cukur memanggil si Bejo, ia lalu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu menyuruh Bejo memilih,
"Bejo, kamu boleh pilih & ambil salah satu uang ini, terserah kamu mau pilih yang mana, ayo nih!"

Bejo melihat ke tangan Tukang cukur dimana ada uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu dengan cepat tangannya bergerak mengambil uang Rp. 500.

Tukang cukur dengan perasaan benar dan menang lalu berbalik kepada sang pengusaha dan berkata,
"Benar kan yang saya katakan tadi, Bejo itu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saya lakukan tes seperti itu tadi dan ia selalu mengambil uang logam yang nilainya paling kecil."

Setelah sang pengusaha selesai memotong rambutnya, di tengah perjalanan
pulang dia bertemu dengan Bejo. Karena merasa penasaran dengan apa yang

dia lihat sebelumnya, dia pun memanggil Bejo lalu bertanya, "Bejo, tadi saya melihat sewaktu tukang cukur menawarkan uang lembaran Rp. 1000 dan Rp.

500, saya lihat kok yang kamu ambil uang yang Rp. 500, kenapa tak ambil yang Rp. 1000, nilainya kan lebih besar 2 kali lipat dari yang Rp. 500?"

Bejo pun berkata, "Saya tidak akan dapat lagi Rp. 500 setiap hari, karena tukang cukur itu selalu penasaran kenapa saya tidak ambil yang seribu. Kalau saya ambil yang Rp. 1000, berarti permainannya akan selesai..." 



"Renungkanlah dengan diri kita masing.... "

gravatar

SEPENGGAL SEJARAH DARI KESULTANAN TIDORE : DARI CALIATI HINGGA SULTAN NUKU

Tidore adalah sebuah nama pulau yang terletak di sebelah barat Pulau Halmahera dan di sebelah selatan Pulau Ternate. Raja atau kolano pertama yang menggunakan gelar Sultan di Tidore adalah Caliati atau Jamaluddin yang memerintah pada tahun 1495 hingga 1512. Sebelumnya tidak terdapat catatan sejarah siapa kolano yang berkuasa sebelum Caliati. Namun sejarawan Belanda F.S.A. de Clerq mencatat pada tahun 1334 Tidore dipimpin oleh seseorang yang bernama Hasan Syah. Dari nama kolano dan gelar sultan yang digunakan di wilayah Tidore nampaknya pengaruh Islam telah tersebar disana secara luas.


Kesultanan Tidore merupakan satu dari empat kerajaan besar yang berada di Maluku, tiga lainnya adalah Ternate, Jaijolo dan Bacan. Namun hanya Tidore dan Ternate-lah yang memiliki ketahanan politik, ekonomi dan militer. Keduanya pun bersifat ekspansionis, Ternate menguasai wilayah barat Maluku sedangkan Tidore mengarah ke timur dimana wilayahnya meliputi Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Maba, Patani, Seram Timur, Rarakit, Werinamatu, Ulisiwa, Kepulauan Raja Empat, Papua daratan dan sekitarnya.
Sultan kedua Tidore adalah Almansur yang naik takhta pada tahun 1512 dan kemudian ia menetapkan Mareku sebagai pusat pemerintahan. Ia adalah Sultan yang menerima kedatangan Spanyol di Tidore untuk beraliansi secara strategis sebagai jawaban atas aliansi yang dibangun oleh Ternate dan Portugis. Spanyol tiba di Tidore pada tanggal 8 November 1521, turut serta dalam rombongan kapal armada Magellan, Pigafetta, seorang etnolog dan sejarawan Italia.
Sultan Almansur memberikan tempat bagi Spanyol untuk melakukan perdagangan di Tidore. Sepotong kain merah ditukar dengan cengkih satu bahar (550 pon), 50 pasang gunting dengan satu bokor cengkih, tiga buah gong dengan dua bokor cengkih. Dengan cepat cengkih di seluruh Tidore ludes, sehingga harus dicari di tempat lain seperti Moti, Makian dan Bacan. Demikianlah kerjasama antara Tidore dan Spanyol semakin berkembang, tidak hanya di bidang perekonomian tetapi juga di bidang militer.
Pada tahun 1524, didasari persaingan ekonomi berupa penguasaan wilayah perdagangan rempah-rempah, pasukan gabungan Ternate dan Portugis yang berjumlah 600 orang menyerbu Tidore dan berhasil masuk ke ibukota Mareku. Hal yang menarik adalah, meski serangan gabungan tersebut mencapai ibukota Tidore, mereka tidak dapat menguasai Tidore sepenuhnya dan berhasil dipukul mundur beberapa waktu kemudian. Dua tahun berikutnya (1526) Sultan Almansur wafat tanpa meninggalkan pengganti.
Kegagalan serangan tersebut berujung dilakukannya perjanjian Zaragosa antara Raja Portugis, John III dan Raja Spanyol, Charles V pada tahun 1529. Dengan imbalan sebesar 350.000 ducats, Charles V bersedia melepaskan klaimnya atas Maluku, namun demikian hal tersebut tidak serta merta menyebabkan seluruh armada Spanyol keluar dari Maluku.
Pada tahun yang sama dengan Perjanjian Zaragosa, putera bungsu Almansur, Amiruddin Iskandar Zulkarnaen, dilantik sebagai Sultan Tidore dengan dibantu oleh Kaicil Rade seorang bangsawan tinggi Kesultanan Tidore sebagai Mangkubumi. Dimasanya terjadi tribulasi, ketika Gubernur Portugis di Ternate, Antonio Galvao, memutuskan untuk kembali meyerang Tidore. Pasukan Portugis mendapatkan kemenangan atas Tidore pada tanggal 21 Desember 1536 dan mengakibatkan Tidore harus menjual seluruh rempah-rempahnya kepada Portugis dengan imbalan Portugis akan meninggalkan Tidore.
Pada tahun 1547, Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnaen wafat dan digantikan oleh Sultan Saifuddin, demikian pula tongkat estafet kesultanan berikutnya, berturut-turut Kie Mansur, Iskandar Gani dan Gapi Baguna hingga tahun 1599. Pada era tersebut tidak terjadi sesuatu yang luar biasa di Kesultanan Tidore, kecuali pada tahun 1578 Portugis membangun Benteng “Dos Reis Mogos” di Tidore. Namun demikian benteng tersebut tidak mencampuri urusan internal kesultanan.
Kejadian penting lainnya yang patut dicatat adalah terjadinya unifikasi kekuatan Portugis dan Spanyol di Maluku di bawah pimpinan Raja Spanyol pada tahun 1580. Sehingga demikian semua benteng Portugis dan Spanyol di seluruh kepulauan Maluku dapat digunakan oleh kedua belah pihak.
Unifikasi ini sebenarnya didahului oleh kejadian sebelumnya, yaitu penaklukan benteng Portugis-Gamlamo di Ternate oleh Sultan Babullah, Sultan Ternate terbesar, pada tanggal 26 Desember 1575. Menyerahnya Gubernur Portugis terakhir di Maluku, Nuno Pareira de Lacerda, menunjukkan berakhirnya kekuasaan Portugis di Nusantara. Hal ini mengakibatkan mau tidak mau armada perang Portugis membentuk persekutuan dengan Spanyol di kepulauan Maluku.
Pada tanggal 26 Maret 1606, Gubernur Jenderal Spanyol di Manila, Don Pedro da Cunha, mulai membaca gerak-gerik VOC-Belanda memperluas wilayah dagangnya hingga Maluku. Karena merasa terancam dengan kehadiran armada dagang VOC-Belanda yang mulai menjalin kerjasama dengan Kesultanan Ternate, ia memimpin pasukan menggempur Benteng Gamlamo tentu saja dengan bantuan dari Tidore yang pada waktu itu dipimpin oleh Sultan Mole Majimu.
Spanyol berhasil menguasai Benteng Gamlamo di Ternate, tetapi tidak lama setelah itu VOC Belanda berhasil pula membuat benteng yang kemudian disebut sebagai “Fort Oranje” pada tahun 1607 di sebelah timur laut Benteng Gamlamo serta membangun garis demarkasi militer dengan Spanyol. Paulus van Carden ditujuk sebagai Gubernur Belanda pertama di Kepulauan Maluku.
Ketika Sultan Tidore ke 12 memerintah yaitu Sultan Saifudin, pada tahun 1663 secara mengejutkan Spanyol menarik seluruh kekuatannya dari Ternate, Tidore dan Siau yang berada di Sulawesi Utara ke Filipina. Gubernur Jenderal Spanyol yang berada Manila, Manrique de Lara, membutuhkan semua kekuatan untuk mempertahankan Manila dari serangan bajak laut Cina, Coxeng. Gubernur Spanyol di Maluku, Don Francisco de Atienza Ibanez, nampak meninggalkan kepulauan Maluku pada bulan Juni 1663. Maka berakhirlah kekuasaan Spanyol di Kepulauan Maluku.
Dengan tiadanya dukungan militer dari Spanyol, otomatis kekuatan Tidore melemah dan VOC-Belanda menjadi kekuatan militer terbesar satu-satunya di kepulauan yang kaya dengan rempah-rempah itu. Akhirnya Sultan Saifudin kemudian melakukan perjanjian dengan Laksamana Speelman dari VOC-Belanda pada tanggal 13 Maret 1667 yang mana isinya adalah : (1) VOC mengakui hak-hak dan kedaulatan Kesultanan Tidore atas Kepulauan Raja Empat dan Papua daratan (2) Kesultanan Tidore memberikan hak monopoli perdagangan rempah-rempah dalam wilayahnya kepada VOC.
Batavia kemudian mengeluarkan Ordinansi untuk Tidore yang membatasi produksi cengkeh dan pala hanya pada Kepulauan Banda dan Ambon. Di luar wilayah ini semua pohon rempah diperintahkan untuk dibasmi. Pohon-pohon rempah yang ‘berlebih’ ditebang untuk mengurangi produksi rempah sampai seperempat dari masa sebelum VOC-Belanda memegang kendali perdagangan atas Maluku.
Apa yang dilakukan oleh VOC-Belanda tersebut, yaitu memusnahkan atau eradikasi pohon-pohon cengkih di Kepulauan Maluku, disebut sebagai “Hongi Tochten”. Kesultanan Ternate sebenarnya telah terlebih dahulu mengadakan perjanjian yang berkenaan dengan “Hongi Tochten” pada tahun 1652 kemudian disusul oleh Tidore beberapa waktu berikutnya setelah Tidore mengakui kekuatan ekonomi-militer Belanda di Maluku. Pihak kesultanan menerima imbalan tertentu (recognitie penningen) dari pihak VOC akibat operasi ini. “Hongi Tochten” dilakukan akibat banyaknya penyelundup yang memasarkan cengkih ke Eropa sehingga harga cengkih menjadi turun drastis.
Sepeninggal Sultan Saifudin, Kesultanan Tidore semakin melemah. Banyaknya pertentangan dan pemberontakan di kalangan istana kesultanan menyebabkan Belanda dengan begitu mudah mencaplok sebagian besar wilayah Tidore. Hal ini mencapai puncaknya hingga pemerintahan Sultan Kamaluddin (1784-1797), dimana sejarawan mencatat bahwa sultan ini memiliki perangai yang kurang baik. Namun demikian lambat laun situasi mulai berubah ketika Tidore memiliki Sultan yang terbesar sepanjang sejarah mereka yaitu Sultan Nuku.
Pada tahun 1780, Nuku memproklamasikan dirinya sebagai Sultan Tidore dan menyatakan bahwa kesultanan-nya sebagai wilayah yang merdeka lepas dari kekuasaan VOC-Belanda. Kesultanan Tidore yang dimaksudkan olehnya meliputi semua wilayah Tidore yang utuh yaitu : Halmahera Tengah dan Timur, Makian, Kayoa, Kepulauan Raja Ampat, Papua Daratan, Seram Timur, Kepulauan Keffing, Geser, Seram Laut, Kepulauan Garang, Watubela dan Tor.
Setelah berjuang beberapa tahun, Sultan Nuku memperoleh kemenangan yang gemilang. Ia berhasil membebaskan Kesultanan Tidore dari kekuasaan Belanda dan mengembalikan pamornya. Penghujung abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 adalah era keemasan Tidore di bawah Nuku. Pada titik ini, kebesaran Sultan Nuku dapat dibandingkan dengan keagungan Sultan Babullah yang telah mengusir Portugis dari Ternate.
Kemenangan-kemenangan yang diraih Sultan Nuku juga tidak lepas dari kondisi politik yang terjadi di negeri Belanda. Tahun 1794, Napoleon Bonaparte menyerbu Belanda yang mengakibatkan Raja Willem V mengungsi ke Inggris. Selama menetap di Inggris, ia mengeluarkan instruksi ke seluruh Gubernur Jenderal daerah jajahannya agar menyerahkan daerahnya ke Inggris supaya tidak jatuh ke tangan Perancis. Tahun 1796, Inggris menduduki. Ditambah dengan bubarnya VOC pada Desember 1799, maka hal ini semakin memperlemah kedudukan Belanda di Kepulauan Maluku.
Tetapi pada tanggal 14 November 1805, Tidore kehilangan seorang sultan yang pada masa hidupnya dikenal sebagai “Jou Barakati” atau di kalangan orang Inggris disapa dengan “Lord of Forrtune”. Wafatnya Sultan Nuku dalam usia 67 tahun tidak hanya membawa kesedihan bagi rakyat Malaku, tetapi juga memberikan kedukaan bagi rakyat Tobelo, Galela dan Lolada yang telah bergabung ke dalam barisan Nuku sejak awal perjuangannya.
Selain memiliki kecerdasan dan karisma yang kuat, Sultan Nuku terkenal akan keberanian dan kekuatan batinnya. Ia berhasil mentransformasi masa lalu Maluku yang kelam ke dalam era baru yang mampu memberikan kepadanya kemungkinan menyeluruh untuk bangkit dan melepaskan diri dari segala bentuk keterikatan, ketidakbebasan dan penindasan.


Sumber : http://sejarah.kompasiana.com/

gravatar

[Dongeng]The Princess Of NyungNyung

Saat itu matahari tampak tersipu malu saat kegelapan mulai datang membayang. Tanpa komando, matahari bergegas dengan sendirinya meninggalkan keramaian bumi dengan langkah satu-satu sesuai irama detak arloji dinding di rumah tua. Dalam kesenjaan yang alami, datang berirama suara-suara di ujung tertinggi rumah Tuhan tanda bahwa Tuhan telah memanggil jiwa-jiwa yang wajib berserah diri dihadapanNya. Selanjutnya Tuhan pun mempertemukan kita.

Entah datang darimana dirinya, dia  mengagetkan diriku yang berdiri di antara rak-rak dengan buku yang berjejer rapi memandangiku. Kaget, yaa itulah ekspressi ku saat itu. Ku lihat buku-buku yang masih memandangiku tertawa dengan ekspressi ku yang mereka anggap lucu. Ku lihat dirinya, sama seperti buku-buku itu dia juga menertawiku. Itulah pertemuan pertama ku dengan dirinya. Takjub, mungkin itu kata yang pantas ku katakan karena dia berhasil mengelabuiku. Mengelabui diriku yang serius menanggapi apa yang dikatakannya. Selanjutnya dia dan diriku menghilang dari toko buku itu.

Di depan TiVi berukuran 14 inchi, tampak wajah-wajah yang berlumuran perasaan cemas, penuh harapan dan sangat  menegangkan. Bukan karena wajah-wajah ini sedang menonton kuis berhadiah yang mereka ikuti, bukan pula karena keluarga mereka yang bekerja di luar negeri akan di hukum mati karena melakukan tindakan kekerasan yang 'katanya' sampai menghabisi nyawa majikannya sendiri. Padahal kalau boleh tanya kenapa pasti jawaban para TKI yang membunuh majikannya itu menjawab karena diperlakukan layaknya bukan manusia, mulai dari gaji yang berbulan-bulan belum dibayarkan, sering disiksa, bahkan diperkosa. Oleh karena itu, mereka dengan separuh harapan berani membunuh majikannya itu demi sebuah HARGA DIRI, bukan hanya harga diri pribadi, tapi juga harga diri bangsa, negara dan agama.

kembali ke Wajah-wajah yang digambarkan sebelumnya, ternyata mereka sedang menonton pertandingan sepakbola. Aku dan dirinya juga tampak menyaksikan pertandingan tersebut.

Tak cukup tinta untuk melukiskan betapa indah dirinya, Senyumnya, congkak pipinya, dan juga bola matanya. Kepribadiannya juga unik, selalu mampu membuat orang-orang di sekelilingnya terhibur dengan tingkah lakunya. Tampak bulan dan bintang mengikuti setiap gerakan mataku yang memandangi dirinya. Nyamuk pun tak mau kalah, dengan penuh penasaran karena kehadirannya nyamuk pun mencicipi butir demi butir darah muda di sekitar kaki-kakinya yang Indah. Dialah The Princess Of NyungNyung. Dirinya memang biasa, namun kebiasaannya itu membuatnya terlihat istimewa.

Angin malam mulai terasa dingin, daun-daun disekitar aku dan dirinya pun tampak menari-nari, juga awan yang mulai bergerak kesana kemari mengawasi gerak gerik kami. Yah.. Semuanya tampak mengawasi kami. Selanjutnya, Aku masih ingin melihat keindahannya.

gravatar

RAMALAN INTELIJEN & RAMALAN JAYABAYA UNTUK PRESIDEN 2014

Ramalan intelijen adalah sebuah forecast yang dibuat berdasarkan fakta-fakta masa lalu (the past) yang dijadikan dasar atau disebut basic descriptive intelligence, dikaitkan dengan fakta-fakta masa kini (the present). Kemudian bisa dibuat sebuah ramalan untuk masa depan yang berbentuk sebuah perkiraan (the future). Keseluruhan informasi tersebut telah melalui sebuah prosedur penilaian atau analisa.

Beberapa waktu lalu, penulis bertemu dan berbincang dengan Ibu Megawati yang akrab dipanggil bu Mega di kediamannya Jl Tengku Umar. Pertemuan terjadi karena penulis diminta seorang teman yang mempunyai hubungan dekat dengan Ibu Megawati untuk bertemu dengan beliau. Setelah penulis menanyakan inti pertemuan, disampaikan terkait dengan artikel yang penulis buat pada 11 Juni 2011 dengan judul Capres terkuat 2014 ( http://ramalanintelijen.net/?p=1832 ), di mana menurut penulis Megawati masih berpeluang besar menjadi presiden pada 2014.

Ramalan disusun dengan dasar pemikiran intelijen pada artikel tersebut, di mana penulis melakukan penelitian sejak tahun 2004. Pada pilpres 2004 pasangan yang maju ke putaran kedua (20 September 2004) adalah pasangan Megawati-Hasyim Muzadi yang mendapat 39,38% suara, dikalahkan oleh pasangan SBY-JK yang mendapat dukungan 60,62%. Pada pilpres 2009, hasil dari pilpres langsung, Megawati yang berpasangan dengan Prabowo Subijanto mendapat dukungan 26,79%, dikalahkan oleh pasangan SBY-Boediono yang memperoleh 60,80%.

Dari fakta tersebut, yang terlihat jelas adalah Mega telah dua kali menjadi runner-up capres, sementara SBY menang dua kali. Nah yang sangat jelas terlihat pada partai final, kedua calon adalah 'patron' di mana Megawati telah mempunyai pemilih yang solid, sementara SBY mampu menarik konstituen manapun dengan kharismanya. Citra keduanya sebagai patron tidak mampu digoyahkan oleh calon yang masih tanggung ataupun dinilai masyarakat memiliki masalah.

Kemudian penulis membuat beberapa artikel yang berkait dengan pemilu legislatif dan presiden dengan judul: Mengintip Sri Mulyani Sebagai Capres 2014 http://ramalanintelijen.net/?p=2513, Jangan sepelekan Hary Tanoe-Surya Paloh http://ramalanintelijen.net/?p=4165, Megawati, Prabowo dan Aburizal Mulai Menguat http://ramalanintelijen.net/?p=4189, Kenapa Megawati Dilarang Nyapres? http://ramalanintelijen.net/?p=4235.

Penulis menyampaikan hasil pengamatan/penelitian tentang pemilu 2014, dengan dasar beberapa artikel di atas serta artikel-artikel politik lainnya. Pilpres menurut penulis hanya akan dimenangkan oleh mereka yang maju dan sudah menjadi patron, karena budaya paternalistik masih sangat kental disini. Siapa pun yang bukan patron akan sulit menang dalam persaingan yang semakin ketat.

Yang kedua, momentum di mana dengan keteguhan Bu Mega, PDIP menjadi partai bebas, tidak terkontaminasi secara organisasi dengan kasus-kasus korupsi. Yang ketiga, 'brand image' di mana capres harus sudah dikenal luas oleh konstituen. Mega sudah sangat terkenal baik sebagai putri proklamator Soekarno juga mantan presiden dan Ratu Banteng.

Nah, dari beberapa syarat tersebut, penulis menyampaikan bahwa Ibu Mega kini hanya satu-satunya patron dengan pemilih yang solid, dan dua kali menjadi juara kedua. Beberapa tokoh lainnya sedang berusaha keras agar diakui sebagai patron. Keteguhan Mega dalam jalur oposisi nanti akan menguntungkan PDIP, tidak seperti partai banci yang gayanya oposan tetapi mau menerima jabatan di pemerintah.

Keteguhan ini hanya dimiliki Megawati seorang, walau secara internal ada yang ingin menyeberang. Oleh karena itu pada kesimpulan perbincangan, penulis menyampaikan sebaiknya PDIP hanya mengajukan Mega sebagai capres, tidak mengajukan capres lainnya. Pandangan penulis sampaikan sebagai indie blogger yang terus mengikuti perkembangan politik.

Bagaimana kaitan dengan Ramalan Jayabaya? Ramalan dibuat oleh Prabu Jayabaya, Raja Kediri sekitar thn-1135 M dalam "Serat Jangka Jayabaya" yang mampu memprediksi kejadian-kejadian jauh melampaui zamannya. Disebut Jangka karena seperti alat jangka yang mampu menarik/ mengukur jarak secara tepat, maksudnya waktunya. Tidak hanya bersifat ramalan, tetapi akurasinya terukur.

Ramalan ini dikenal khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga. Asal Usul utama serat jangka Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keasliannya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang menuliskan bahwasanya Jayabayalah yang membuat ramalan-ramalan tersebut.

Ramalannya yang dikaitkan dengan negara dan kepemimpinan di Indonesia adalah kata Notonagoro. Noto berarti menata, nagoro berarti negara. Jadi pemimpin Indonesia juga disebut sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk menata negara. Suku kata tersebut ditulis dalam huruf Jawa yaitu honocoroko (ada utusan), dotosowolo (berbeda pendapat), podojoyonyo (sama-sama menang), mogobotongo (sama-sama kalah). Keduapuluh huruf Jawa itu mudah diberi huruf hidup hanya dengan menambahkan tanda. Ditambah tanda di depan atau dibelakang yang disebut ditaling tarung maka huruf A akan berubah menjadi O.

Nah, dikaitkan dengan ramalan Notonegoro, maka ramalan urutan pimpinan nasional yang memenuhi syarat setelah kemerdekaan adalah, No adalah Soekarno, To adalah Suharto, (BJ Habibie, Gus Dur dan Mega dalam urutan saat itu sebagai presiden tidak memenuhi syarat karena tidak memerintah satu periode penuh atau lebih/ lima tahunan), No selanjutnya adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Nah, Go disini diartikan pemimpin dengan akhiran Go atau Ga. Kalau dikaitkan dengan ramalan intelijen yang meramal Bu Mega sebagai calon terkuat pada 2014, bisa saja terjadi Mega dengan akhiran Ga, bisa berubah terbaca menjadi Mego. Artinya beliaulah yang akan menggantikan Yudhoyono.

Apakah ramalan tersebut dapat dipercaya? Kini terserah kepada pembaca, sejauh mana kepercayaan terhadap ramalan yang masih menjadi budaya bangsa kita. Yang pasti, persaingan dalam politik masa mendatang akan semakin ketat, tidak bisa seseorang hanya duduk dengan tenang menanti Wahyo Cokroningrat jatuh kepangkuannya. Manusia harus tetap berusaha, keputusan ada pada Yang Maha Kuasa. Siapa yang akan mendapat kepercayaan memimpin bangsa ini yang secara mental dan kepribadian sedang bergolak mencari identitas diri dalam masa transisi demokrasi.

Memang banyak yang tidak percaya dan menyepelekan Bu Mega akan kembali tampil sebagai capres pada 2014 dan mampu menang. Tetapi ada yang dilupakan oleh para elite, bahwa masyarakat kita cara berpikirnya sederhana. Tulisan ini tidak didedikasikan untuk siapapun, hanya penyampaian pemikiran secara independen, sebagai sumbang saran.

*) Prayitno Ramelan adalah pemerhati intelijen. Untuk artikel lainnya dapat dilihat di http://ramalanintelijen.net

gravatar

KERAJAAN TANAH HITU

Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau AmbonMaluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan raja pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan oleh Empat Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat penting di Maluku, disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam Ridjali,TalukabessyKakiali dan lainnya yang tidak tertulis di dalam Sejarah Maluku sekarang, yang beribu Kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.




Hubungan dengan kerajaan lain

Kerajaan ini memiliki hubungan erat dengan barbagai kerajaan Islam di Pulau Jawa seperti Kesultanan Tuban. Kesultanan Banten. Sunan Giri Jawa Timur,Kesultanan Gowa Makassar seperti dikisahkan oleh Imam Rijali dalam Hikayat Tanah Hitu, begitu pula hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (Al Jazirah Al Muluk; semenanjung raja-raja) seperti Kerajaan Huamual Kerajaan Iha (Saparua),Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo, Kerajaan Makian.

Etimologi

Kata Perdana adalah asal kata dari Bahasa Sansekerta artinya Pertama. Empat Perdana adalah empat kelompok yang pertama datang di Tanah Hitu, pemimpin dari Empat kelompok dalam bahasa Hitu disebut Hitu Upu Hata atau Empat Perdana Tanah Hitu.

Awal mula kedatangan

Kedatangan Empat Perdana merupakan awal datangnya manusia di Tanah Hitu sebagai penduduk asli Pulau Ambon. Empat Perdana Hitu juga merupakan bagian dari penyiar Islam di Maluku. Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang di tulis oleh penulis sejarah pribumi tua maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius dan Valentijn.

Orang Alifuru

Orang Alifuru adalah sebutan untuk sub Ras Melanesia yang pertama mendiami Pulau Seram dan menyebar ke Pulau-Pulau lain di Maluku, adapun Alifuru berasal dari kata Alif dan kata Uru, Kata Alif adalah Abjad Arab yang pertama sedangkan kata Uru’ berasal dari Bahasa Tana yang artinya Orang maka Alifuru artinya Orang Pertama.

Periode kedatangan Empat Perdana Hitu


Kedatangan Empat Perdana itu ke Tanah Hitu secara periodik :
  1. Pendatang Pertama adalah Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis.
    Mereka mendiami suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana Totohatu atau Perdana Jaman Jadi.
  2. Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas.
    • Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai Mas adalah anak dari :
      Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah.
      Sedangkan Ibu mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari Tuban.
      Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada Abad ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Lama bahwa beliau ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat tinggal untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah Ta’ala beliau singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu tepatnya di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a).
    • Disana mereka temukan Keramat atau Kuburan beliau, tempatnya diatas batu karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan beliau tidak ada yang mencatat, hanya berdasarkan cerita turun – temurun.
    • Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a) pada tahun 1440 pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari.
    • Mereka tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu Tuban / Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang kira-kira lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya di Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.
    • Perdana Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi nama soa atau Ruma Tau yaitu Wapaliti dengan marganya Pelu.
  3. Kemudian datang lagi Jamilu dari Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada Tahun 1465 pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau, dia juga digelari Kapitan Hitu I.
  4. Sebagai Pendatang terakhir adalah Kie Patti dari Gorom (P. Seram bagian Timur) tiba di Tanah Hitu pada tahun 1468 yaitu pada waktu asar (Waktu Salat) sore hari dalam bahasa Hitu kuno disebut Halo Pa’u artinya Kuning sesuai corak warna langit pada waktu Ashar (waktu salat).
    Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut menjadi marganya yaitu marga Olong. Kie Patti disebut juga Perdana Pattituban, kerena beliau pernah diutus ke Tuban untuk memastikan sistim pemerintahan disana yang akan menjadi dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu.

Penggabungan Empat Perdana Hitu


Oleh karena banyaknya pedagang-pegadang dari Arab, Persia, Jawa, Melayu dan Tiongkok berdagang mencari rempah-rempah di Tanah Hitu dan banyaknya pendatang – pendatang dari Ternate, Jalilolo, Obi, Makian dan Seram ingin berdomisili di Tanah Hitu, maka atas gagasan Perdana Tanah Hitu, ke Empat Perdana itu bergabung untuk membentuk suatu organisasi politik yang kuat yaitu satu Kerajaan.
Kemudian Empat Perdana itu mendirikan negeri yang letaknya kira-kira satu kilo meter dari Negeri Hitu (sekarang menjadi dusun Ama Hitu/Aman Hitu) disitulah awal berdirinya Negeri Hitu yang menjadi Pusat kegiatan kerajaan Tanah Hitu, bekasnya sampai sekarang adalah Pondasi Mesjid. Mesjid tersebut adalah mesjid pertama di Tanah Hitu, mesjid itu bernama Masjid Pangkat Tujuhkarena struktur pondasinya tujuh lapis. Setelah itu Empat Perdana mengadakan pertemuan yang di sebut TATALO GURU (red: duduk guru)artinya kedudukan adat atas petunjuk UPUHATALA (ALLAH TA’ALA-- metafor bahasa dari dewa agama Kakehang yaitu agama pribumi bangsa seram), mereka bermusyawara untuk mengangkat pemimpin mereka, maka dipililah salah seorang anak muda yang cerdas dari keturunan Empat Perdana yaitu anak dari Pattituri adik kandung Perdana Pattikawa atau Perdana Tanah Hitu yang bernama Zainal Abidin dengan Pangkatnya Abubakar Na Sidiq sebagai Raja Kerajaan Tanah Hitu yang pertama yang bergelar Upu Latu Sitania pada tahun 1470.
Latu Sitania terdiri dari dua kata yaitu Latu dan Sitania,dalam bahasa Hitu Kuno Latu artinya Raja dan Sitania adalah pembendaharaan dari kata Ile Isainyia artinya dia sendiri, maka Latu Sitania artinya Dia sendiri seorang Raja di Tanah Hitu, dalam bahasa Indonesia modern artinya Raja Penguasa Tunggal, sedangkan pada versi dari Hikayat Tanah Hitu karya Imam Ridzali: latu berarti raja dan Sitania ( tanya,ite panyia) berarti tempat mencari faedah baik dan buruk berraja.

Sesudah terbentuk Negeri Hitu sebagai pusat Kerajaan Tanah Hitu kemudian datang lagi tiga clan Alifuru untuk bergabung, diantarannya Tomu, Hunut dan Masapal. Negeri Hitu yang mulanya hanya merupakan gabungan empat negeri, kini menjadi gabungan dari tujuh negeri. Ketujuh negeri ini terhimpun dalam satu tatanan adat atau satu Uli (Persekutuan) yang disebut Uli Halawan (Persekutuan Emas), dimana Uli Halawan merupakan tingkatan Uli yang paling tinggi dari keenam Uli Hitu (Persekutuan Hitu). Pemimpin Ketujuh negeri dalam Uli Halawan disebut Tujuh Panggawa atau Upu Yitu. (sebutan kehormatan).
Gabungan Tujuh Negeri menjadi Negeri Hitu diantaranya :
  1. Negeri Soupele
  2. Negeri Wapaliti
  3. Negeri Laten
  4. Negeri Olong
  5. Negeri Tomu
  6. Negeri Hunut
  7. Negeri Masapal

Kapatah Tanah Hitu dari Uli Halawan dalam bahasa Hitu : Upu Lihalawan-e Sopo Himi - o Hitu Upu-a Hata Tomu-a Upu-a Telu Nusa Hu’ul Amana Lima Laina Malono Lima Pattiluhu Mata Ena Artinya Tuan Emas Yang di Junjung (Raja Tanah Hitu) Hitu Empat Perdana Tomu Tiga Tuan (Tiga Pemimpin Ken Tomu) Kampung Alifuru Lima Negeri Lima Keluarga dari Hoamual (Waliulu, Wail, Ruhunussa, Nunlehu, Totowalat)


Lane atau Kapatah (Sastra bertutur) dari klen Hunut dalam bahasa Hitu yang masih hidup sampai sekarang yang menyatakan dibawah perintah Latu Hitu (Raja Hitu):
“yami he’i lete, hei lete hunut – o
“yami he’i lete, hei lete hunut – o
aman-e hahu’e, aman-e hahu’e,-o
aman-e hahu’e, aman-e hahu’e,-o
yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o
yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o
waai-ya na silawa lete huni mua-o
waai-ya na silawa lete huni mua-o
suli na silai salane kutika-o
suli na silai salane kutika-o
awal le e jadi lete elia paunusa-o”
awal le e jadi lete elia paunusa-o”
Artinya :
Kami dari Hunut, Kami dari Hunut
Kami dari Hunut, Kami dari Hunut
Negeri kami sudah kosong, Negeri kami sudah kosong,
Negeri kami sudah kosong, Negeri kami sudah kosong,
Kami dibawah Perintah Pengganti Kami ( Raja) Tanah Hitu
Kami dibawah Perintah Pengganti Kami ( Raja) Tanah Hitu
Orang Waai sudah Lari Pergi Ke Hunimua
Orang Waai sudah Lari Pergi Ke Hunimua
Orang Suli Sampai Sekarang Belum datang bergabung
Orang Suli Sampai Sekarang Belum datang bergabung
Kejadian ini terjadi pertama di gunung Elia Paunussa
Kejadian ini terjadi pertama di gunung Elia Paunussa
Pada pemerintahan Raja Mateuna’ Negeri Hitu sebagai pusat kegiatan Kerjaan Tanah Hitu di Pindahkan ke Pesisir Pantai pada awal abad XV masehi kini Negeri Hitu sekarang, Raja Mateuna’ adalah Raja Kerajaan Tanah Hitu yang ke lima dan juga merupakan raja yang terakhir pada pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu yang pertama sekarang menjadi dusun Ama Hitu letaknya kira-kira satu kilo meter dari negeri Hitu sekarang, beliau meninggal dunia pada 29 Juni 1634. Pada masa Raja Mateuna’ terjadi kontak pertama antara Portugis dengan Kerajaan Tanah Hitu, perlawanan fisik pada Perang Hitu- I Pada tahun 1520-1605 di pimpin oleh Tubanbessy-I, yaitu Kapitan Sepamole, dan akhirnya Portugis angkat kaki dari Tanah Hitu dan kemudian mendirikan Benteng Kota Laha di Teluk Ambon (Jazirah Lei timur) pada tahun 1575 dan mulai mengkristenkan Jazirah Lei Timur. Raja Mateuna meninggalkan dua Putra yaitu Silimual dan Hunilamu, sedangkan istrinya berasal dari Halong dan Ibunya berasal dari Negeri Soya Jazirah Leitimur (Hitu Selatan), beliau digantikan oleh Putranya yang ke dua yaitu Hunilamu menjadi Latu Sitania yang ke Enam (1637–1682). Sedangkan Putranya pertamanya Silimual ke Kerajaan Houamual (Seram Barat) berdomisili disana dan menjadi Kapitan Huamual, memimpin Perang melawan Belanda pada tahun 1625-1656 dikenal dengan Perang Hoamual dan seluruh keturunannya berdomisili disana sampai sekarang menjadi orang asli Negeri Luhu (Seram Barat) bermarga Silehu. Sesudah perginya Portugis Belanda makin mengembangkan pengaruhnya dan mendirikan Benteng pertahanan di Tanah Hitu bagian barat di pesisir pantai kaki gunung wawane, maka Raja Hunilamu memerintahkan ketiga Perdananya mendirikan negeri baru untuk berdampingan dengan Belanda (Benteng Amsterdam), agar bisa membendung pengaruh Belanda di Tanah Hitu, Negeri itu dalam bahasa Hitu bernama Hitu Helo artinya Hitu Baru, karena makin berkembangnya pangaruh dialek bahasa, akhirnya kata Helo menjadi Hila yaitu Negeri Hila sekarang dan negeri asal mereka Negeri Hitu berganti nama menjadi Negeri Hitu yang Lama. Belanda tiba di Tanah Hitu pada tahun 1599 dan kemudian mendirikan kongsi dagang bernama V.O.C pada tahun 1602 sejak itulah terjadi perlawanan antara Belanda dengan Kerjaan Tanah Hitu, karena mendirikan monopoli dagang tersebut, puncaknya terjadi Perang Hitu – II atau Perang Wawane yang dipimpin oleh Kapitan Pattiwane anaknya Perdana Jamilu dan Tubanbesi-2, yaitu Kapitan Tahalele tahun 1634 -1643 dan Kemudian perlawanan Terakhir yaitu perang Kapahaha 1643 - 1646 yang dipimpin oleh Kapitan Talukabesi (Muhammad Uwen) dan Imam Ridjali setelah Kapitan Tahalele menghilang, berakhirnya Perang Kapahaha ini Belanda dapat menguasi Jazirah Lei Hitu. Belanda melakukan perubahan besar-besaran dalam struktur pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu yaitu mengangkat Orang Kaya menjadi raja dari setiap Uli sebagai raja tandingan dari Kerajaan Tanah Hitu. Hitu yang lama sebagai pusat kegiatan pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu di bagi menjadi dua administrasi yaitu Hitulama dengan Hitumessing dengan politik pecah belah inilah (devidet et impera) Belanda benar-benar menghancurkan pemerintah Kerajaan Tanah Hitu sampai akar-akarnya.
Negeri – Negeri di Jazirah Lei Hitu yang tidak termasuk di dalam Uli Hitu berarti negeri-negeri tersebut adalah negeri – negeri baru atau negeri-negeri yang belum ada pada zaman kekuasaan Kerajaan Tanah Hitu (1470-1682).Ketujuh Uli diantaranya :


1. Uli Halawang terdiri dari dua negeri yaitu:
  • Negeri Hitu
  • Negeri Hila
Central Ulinya di Negeri Hitu


2. Uli Solemata (Wakane) terdiri dari tiga negeri yaitu:
  • Negeri Tial
  • Negeri Molowael(Tengah-Tengah)
  • Negeri Tulehu
Central Ulinya di Negeri Tulehu


3.Uli Sailesi terdiri dari empat negeri yaitu:
  • Negeri Mamala
  • Negeri Morela
  • Negeri Liang
  • Negeri Wai
Central Ulinya di Negeri Mamala


4.Uli Hatu Nuku terdiri dari satu negeri yaitu :
  • Negeri Kaitetu
Central Ulinya di Kaitetu


5.Uli Lisawane terdiri dari satu negeri yaitu :
  • Negeri Wakal
Central Ulinya di Wakal


6.Uli Yala terdiri dari tiga negeri yaitu :
  • Negeri Seith
  • Negeri Ureng
  • Negeri Allang
Central Ulinya di Seith


7.Uli Lau Hena Helu terdiri dari satu negeri yaitu :
  • Negeri Lima
Central Ulinya di Negeri Lima


Silsilah Upu Latu Sitania Kerjaan Tanah Hitu
1.ZAINAL ABIDIN (ABUBAKAR NASIDIQ)
2.MAULANA IMAM ALI MAHDUM IBRAHIM
3.PATTILAIN
4.POPO EHU’
5.MATEUNA
6.HUNILAMU (1637 – 1682)

Entri Populer